Rupiah Dapat Kabar Buruk, Ekonomi China Masih Lesu

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
08 December 2023 08:36
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpantau mulai melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat prospek pelemahan ekonomi China.

Melansir data Refinitv, pada sepanjang perdagangan kemarin, Kamis (7/12/2023) rupiah ditutup melemah di angka Rp15.510/US$ atau terdepresiasi 0,13%. Pelemahan ini berbanding terbalik dengan penguatan yang terjadi Rabu (6/12/2023) sebesar 0,06%.

Pelemahan terjadi karena ekonomi China diproyeksikan melambat pada 2024 dan akan mengalami soft landing. Perlambatan tersebut berampak bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang dalam hal ekspor-impor serta salah satu investor besar di Tanah Air.

Dilansir dari Reuters, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan perekonomian China diperkirakan tumbuh 5,4% tahun 2023, setelah mengalami pemulihan yang "kuat" pasca Covid. Sedangkan untuk tahun depan, IMF memperkirakan pertumbuhan akan lebih lambat.

Selain itu, impor China yang baru saja diumumkan pagi ini juga tak terduga turun 0,6% (year-on-year/yoy) menjadi US$ 223,54 miliar pada bulan November 2023, meleset dari perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 3,3% dan berbalik dari pertumbuhan sebesar 3,0% pada bulan sebelumnya.

Penurunan pembelian ini merupakan yang ke 10 kalinya sepanjang tahun ini, hal ini menunjukkan lemahnya permintaan domestik meskipun ada rencana luas dari pemerintah untuk memulihkan konsumsi.

Pelemahan ekonomi China ini memberikan dampak negatif bagi aktivitas ekonomi Indonesia dan pasar keuangan domestik berpotensi terkena dampak negatifnya.

Dari luar negeri, jumlah orang Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran naik tipis sebesar 1.000 menjadi 220.000 pada pekan yang berakhir tanggal 2 Desember, sedikit di bawah ekspektasi pasar sebesar 222.000, namun menandai angka tertinggi kedua sejak September.

Hasil ini memperpanjang tren saat ini dimana pasar tenaga kerja AS menunjukkan tanda-tanda penurunan dari tingkat pengetatan yang terlihat pada awal tahun.

Data klaim pengangguran awal melengkapi data pekerja yang sebelumnya telah dirilis sebagai acuan investor meproyeksi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserves (The Fed).

Jumlah lowongan pekerjaan mengalami penurunan sebesar 617.000 dari bulan sebelumnya menjadi 8,73 juta pada Oktober 2023, menandai level terendah sejak Maret 2021 dan berada di bawah konsensus pasar sebesar 9,3 juta.

Dari dalam negeri. cadangan devisa (cadev) periode November 2023. Cadangan devisa naik US$ 5 miliar menjadi US$ 138,1 miliar.

"Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah," tulis BI dalam siaran pers yang dikutip CNBC Indonesia, Kamis (7/12/2023).

Diketahui, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan baru saja menarik utang baru sebesar US$ 2 miliar atau Rp 31,2 triliun (kurs Rp15.600).

Teknikal Rupiah

Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah terpantau menembus ke atas garis rata-rata selama 200 jam atau moving average 200 (MA200) membuat rupiah kembali berada di atas level Rp15.500/US$. Oleh karena itu, perlu diwaspadai pelemahan rupiah yang potensi diuji dalam jangka pendek di posisi Rp15.545/US$. Posisi ini merupakan resistance yang didapatkan dari horizontal line berdasarkan high candle 1 Desember 2023. 

Kendati begitu, jika ada pembalikan arah menguat kembali bisa diperhatikan support terdekat pada posisi Rp15.495/US$, posisi ini didapatkan dari garis rata-rata selama 50 jam atau moving average 50 (MA50). 

Pergerakan rupiah melawan dolar ASFoto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH


(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waswas Tekanan Eksternal. Mampukah Rupiah Menguat Hari Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular