Sinyal Kenaikan Suku Bunga The Fed, Rupiah Lesu
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca pernyataan bank sentral AS (The Fed) yang tetap berfokus pada target inflasi 2% serta potensi kenaikan suku bunga.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah di angka Rp 15.570/US$ atau terdepresiasi 0,87%. Pelemahan ini mematahkan tren penguatan yang terjadi tiga hari beruntun sejak 17 November 2023.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.59 WIB kembali naik 0,09% menjadi 103,66. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Selasa (21/11/2023) yang berada di angka 103,56.
Adapun pelemahan rupiah hari ini terjadi khususnya didorong akibat sentimen global, tepatnya AS.
Bank sentral AS (The Fed) merilis risalah untuk pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada Oktober lalu pada Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia.
Risalah FOMC menunjukkan jika pejabat The Fed akan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Ada isyarat kenaikan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah. Untuk diketahui target The Fed perihal inflasi yakni 2%.
Dilansir dari CNBC International, The Fed mengatakan kebijakan harus tetap "membatasi" sampai data menunjukkan inflasi berada pada jalur yang meyakinkan untuk kembali ke sasaran bank sentral sebesar 2%.
"Kebijakan The Fed masih akan restriktif dan mereka juga kelihatannya belum akan melakukan kebijakan penurunan suku bunga dalam waktu dekat. Ini yang jadi momentum buat investor untu melakukan profit taking dahulu di pasar emerging market seperti Indonesia," ujar Global Markets Economist Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/11/2023).
Sebagai catatan, suku bunga The Fed saat ini berada di angka 5,25-5,50% atau selisih 50 basis poin (bps) dengan suku bunga Bank Indonesia (BI).
Dari dalam negeri, Myrdal mengatakan importir mulai memasok dolar AS untuk kebutuhan ke depan. "Jadi ada faktor juga dari permintaan untuk kebutuhan impor juga, terutama karena sekarang kan udah periode akhir bulan November juga," terang Myrdal.
Di sisi lain, defisit yang terjadi pada transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pun memberikan tekanan pada mata uang Garuda karena investor asing melihat bahwa kondisi perekonomian Indonesia sedang kurang baik.
Kendati demikian, namun Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menegaskan Bank Indonesia menilai kinerja NPI kuartal III-2023 yang baik mampu terus menopang ketahanan eksternal Indonesia.
"Ke depan, Bank Indonesia senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal," paparnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)