Terlemah Dalam 10 Bulan Terakhir, Dolar Mau Sentuh Rp15.700
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah asing kembali keluar dari pasar keuangan Tanah Air.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka di angka Rp15.620/US$ atau melemah 0,1% terhadap dolar AS. Posisi ini berkebalikan dengan penutupan perdagangan Jumat (6/10/2023) yang menguat 0,03%. Bahkan beberapa menit kemudian, rupiah sempat anjlok hingga Rp15.660/US$ atau terlemah sejak 28 Desember 2022 (10 bulan terakhir).
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Senin (9/10/2023) pukul 08.58 WIB, berada di posisi 106,27 atau naik 0,22% jika dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (6/10/2023) yang berada di posisi 106,04.
Pergerakan rupiah hari ini ditopang oleh sentimen dalam negeri. Pasalnya pagi hari ini, Bank Indonesia (BI) akan merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode September 2023. Diketahui berdasarkan laporan BI, keyakinan konsumsi masyarakat Indonesia berada di 125,2 poin pada Agustus 2023 lebih tinggi dibanding Juli yang berada di 123,5. IKK dalam negeri pada Agustus 2023 berada di bawah perkiraan Trading Economics, yang memprediksi berada di 127,5.
IKK September menjadi penting karena menunjukkan optimisme konsumen setelah satu tahun kenaikan harga BBM. Data tersebut diharapkan mencerminkan keyakinan ekonomi Indonesia ke depan setelah dampak inflasi kenaikan harga BBM pada September 2022 hilang.
Data IKK pada September juga akan mencerminkan indeks ekspektasi dan lapangan usaha serta kerja 6 bulan ke depan atau setelah pemilihan umum.
Peningkatan keyakinan konsumsi masyarakat Indonesia akan menjadi salah satu faktor penunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat konsumsi merupakan kontributor utama perekonomian. Semakin tinggi IKK berpotensi mendorong laju pertumbuhan ekonomi, begitu pula sebaliknya.
Kendati IKK Indonesia masih dalam kategori yang baik, namun tekanan terhadap rupiah tetap ada dari data transaksi 2 - 5 Oktober 2023 yang dilaporkan oleh BI. Nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp2,50 triliun terdiri dari jual neto Rp2,92 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,02 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp0,40 triliun di SRBI.
Capital outflow yang terjadi beberapa minggu terakhir ini menjadi indikasi bahwa pasar keuangan Tanah Air masih belum cukup menarik bagi investor asing yang berujung pada melemah mata uang Garuda.
Kekhawatiran pasar semakin jelas khususnya terhadap inflasi AS yang akan dirilis pekan ini yang diproyeksikan masih cukup tinggi dan cukup jauh dari target bank sentral AS (The Fed) yakni sebesar 2%.
Inflasi Amerika Serikat (AS) periode September 2023 akan diumumkan hari Rabu (11/10/2023). Diketahui, AS mencatatkan inflasi periode Agustus 2023 naik menjadi 3,7% (year on year/yoy) dibandingkan periode Juli di angka 3,2% secara tahunan (yoy). Kenaikan harga di AS lebih tinggi dibanding perkiraan konsensus sebesar 3,6% yang dikutip dari Trading Economics.
Inflasi AS menyedot perhatian besar pasar karena menjadi penentu dalam perkembangan kebijakan The Fed ke depan. Jika inflasi AS masih tinggi maka harapan pelaku pasar melihat The Fed melunak akan semakin menipis. Inflasi juga akan mencerminkan seberapa besar dampak kebijakan ketat The Fed berpengaruh kepada ekonomi AS.
Alhasil, perangkan CME Fedwatch mencatatkan bahwa 19,9% pelaku pasar meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) November mendatang. Sementara persentase lebih tinggi terlihat pada pertemuan Desember yakni 29,4% yang meyakini The Fed menaikkan suku bunganya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(rev/rev)