
AS & China Jadi Perhatian Lagi, Gimana Nasib Rupiah Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan mata uang Garuda sepanjang pekan lalu masih bertekuk lutut melawan keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS), sementara pekan ini fokus pasar bakal tertuju pada rilis inflasi AS dan neraca dagang China yang potensi masih bisa menghambat gerak rupiah.
Melansir data Refinitiv, pada akhir pekan lalu yang berakhir pada Jumat (6/10/2023) nilai tukar rupiah dalam melawan dolar AS ditutup di angka Rp15.605/US$. Posisi tersebut menguat 0,10% secara harian, akan tetapi secara mingguan masih terpantau melemah 1%.
Pelemahan dalam mingguan sudah terjadi selama lima minggu berturut-turut dan menempati posisi terlemah sejak 6 Januari 2023, bisa dibilang posisi rupiah kini hampir jadi yang paling parah sepanjang tahun ini.
Pelemahan rupiah disebabkan perkasanya dolar AS dan lonjakan imbal hasil US Treasury. keduanya naik karena pasar berekspektasi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan kebijakan hawkishnya.
Ekspektasi tersebut menjadikan mata uang dolar AS terus terapresiasi yang terlihat dari indeks DXY. Hal ini menyebabkan terjadinya dana asing keluar untuk mengamankan dari ketidakpastian mata uang serta mencari tempat berinvestasi yang relatif lebih menguntungkan, mengingat selisih imbal hasil obligasi AS yang lebih dikenal bebas risiko lebih tinggi.
Pada pekan ini pelaku pasar bakal memantau sejumlah data ekonomi yang akan rilis baik dari global maupun domestik yang akan mempengaruhi pergerakan rupiah.
Dari sisi global, fokus utama pasar tercurah pada rilis data inflasi AS dan Neraca Dagang China. Kedua data ini akan sangat mempengaruhi rupiah, inflasi AS akan berdampak pada kebijakan the Fed, sementara neraca dagang China akan melibatkan ekspor-impor yang sangat berdampak pada aliran dana asing ke RI, mengingat Tiongkok merupakan pasar terbesar Tanah Air.
Beralih lagi pada Inflasi Amerika Serikat (AS) periode September 2023 akan diumumkan hari Rabu (11/10/2023). Diketahui, AS mencatatkan inflasi periode Agustus 2023 naik menjadi 3,7% (year on year/yoy) dibandingkan periode Juli di angka 3,2% secara tahunan (yoy). Kenaikan harga di AS lebih tinggi dibanding perkiraan konsensus sebesar 3,6% yang dikutip dari Trading Economics.
Jika inflasi AS masih tinggi maka harapan pelaku pasar melihat The Fed melunak akan semakin menipis. Inflasi juga akan mencerminkan seberapa besar dampak kebijakan ketat The Fed berpengaruh kepada ekonomi AS.
Di lain sisi, Tiongkok juga akan mengumumkan neraca perdagangan periode September 2023 yang diumumkan hari Jumat. Diketahui neraca dagang China mengalami penurunan surplus pada Agustus 2023 menjadi US$ 68,2 miliar, di bawah perkiraan konsensus sebesar US$ 70,6 miliar. Penurunan neraca dagang China tentunya berdampak signifikan terhadap perekonomian global, sebab China merupakan salah satu pusat perdagangan dunia.
Ekspor China sudah terkontraksi selama empat bulan sementara impor terkontraksi selama enam bulan. China merupakan pasar ekspor terbesar untuk Indonesia sehingga perkembangan ekspor dan impor negara tersebut akan sangat menentukan bagi Indonesia.
Sementara itu, dari dalam negeri akan ada rilis indeks keyakinan konsumen (IKK) yang akan rilis hari ini. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), nilai IKK per Agustus lalu berada di 125,2 poin, lebih tinggi dibanding Juli sebesar 123,5, tetapi masih lebih rendah dari ekspektasi di 127,5.
IKK September menjadi penting dan patut diperhatikan karena menunjukkan optimisme konsumen setelah satu tahun kenaikan harga BBM. Data tersebut diharapkan mencerminkan keyakinan ekonomi Indonesia ke depan setelah dampak inflasi kenaikan harga BBM pada September 2022 hilang.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah masih dalam tren pelemahan, posisi penutupan pekan lalu dekat dengan level psikologis Rp15.600/US$ yang saat ini menjadi support kuat, apabila posisi ini masih sulit ditembus ke bawah, perjalanan rupiah masih sulit untuk menguat lagi.
Level psikologis tersebut juga bertepatan dengan garis rata-rata selama 50 jam atau moving average 50 (MA50). Oleh karena itu, posisi tersebut bisa dijadikan area penguatan terdekat yang perlu dicermati pelaku pasar.
Di lain sisi, perlu diperhatikan bahwa risiko nilai tukar rupiah melemah lagi masih juga memungkinkan. Pasalnya tren besar masih melemah, kita perlu mencermati posisi resistance terdekat sebagai area untuk waspada dalam jangka pendek di Rp15.640/US$, posisi ini diambil dari garis horizontal sesuai high candle yang diuji 4 Oktober 2023.
![]() Pergerakan rupiah melawan dolar AS per 6 Oktober 2023 |
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sanggupkan Data Inflasi RI Dorong Penguatan Rupiah Hari Ini?
