Situasi Rupiah Terkini, Ini Penjelasan & Analisa BI!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
04 October 2023 14:29
RI Kekeringan Dolar AS
Foto: Cover Topik/ RI Kekeringan Dolar AS/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkapkan penyebab tertekannya rupiah beberapa hari terakhir. Menurutnya, pelemahan rupiah hingga kini ke level atas Rp 15.600 per dolar Amerika Serikat dipicu oleh sentimen masih akan tingginya suku bunga The Fed.

Sentimen di pelaku pasar ini mencuat setelah berubahnya arah kebijakan moneter The Fed dari yang sebelumnya pada saat Federal Open Market Committee (FOMC) September 2023 membuka peluang untuk kembali mengambil kebijakan moneter longgar atau dovish setelah inflasi mulai bergerak turun, menjadi kembali mengetat atau hawkish.

"Tiba-tiba dua hari yang lalu salah satu board membernya menyampaikan ini inflasi masih tinggi di atas, kita melihat nampaknya The Fed harus pertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang lama," kata Destry di Hotel Four Seasons, Jakarta, Rabu (4/10/2023).

Penyebab berubahnya arah kebijakan The Fed ini, menurut Destry, karena adanya indikasi inflasi masih akan terus tinggi disebabkan harga minyak yang terus meninggi hingga tawaran upah yang juga tinggi, khususnya di sektor jasa yang tengah berkembang di negara itu karena terbatasnya tenaga kerja di sektor itu.

Akibatnya, pelaku pasar masih banyak yang memperkirakan akan ada kelanjutan kenaikan Fed Fund Rate ke depan. Bagi Indonesia, sentimen ini makin buruk lantaran jika The Fed merealisasikan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate pada November 2023 sebesar 25 basis poin, maka akan setara dengan BI Rate di level 5,75%.

"Gara-gara itu semuanya heboh, panik, akibatnya DXY, dolar index naik 107, lebih parahnya lagi bond yieldnya US Treasury 10 tahun naik ke 4,7%, itu the highest ever since 2007. Apa yang terjadi? Market kita ikut bergerak, sehingga bond yield kita ikut naik, rupiah kita mulai tertekan," tegas Destry.

Dari sisi domestik, Destry mengatakan, sebetulnya tidak ada masalah yang bisa memengaruhi sentimen pelaku pasa keuangan hingga membuat rupiah terus tertekan. Ia mengatakan, ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih akan bisa terus terjaga di level 5% setelah kuartal II-2023 tumbuh 5,17%.

"Ini kondisi global, yang sebenernya kita everthings okay di domestk, relative aman, kita masih bisa tumbuh 5,17% di kuartal II, kita masih expect ekonomi tumbuh wholeyear 2023 kita perkirakan dalam range 4,7-5,3 %, nampaknya deket deket 5 persen masih bisa dicapai," ujar Destry.

Bagi BI, Destry mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% itu sebetulnya masih bisa didorong lebih cepat mengingat kuatnya kapasitas ekonomi domestik Indonesia. Di tengah ketidakpastian dan pelemahan ekonomi global, pertumbuhan kredit saja kata dia hingga Agustus mampu mencapai 9%.

"Kita punya domestic ekonomi yang strong, konsumsi dan investasi sudah sumbqng 90% dari PDB. Tambah lagi belanja pemerintah yang mulai terakselerasi di kuartal III dan kuartal IV akan lebih baik, biasanya semester II lebih baik dari semester I," ujar Destry.

Oleh sebab itu, dia memastikan BI berkomitmen untuk terus mendukung laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan bauran kebijakan atau policy mix, serta mengkombinasikan antara kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial hingga sistem pembayaran.

Untuk kebijakan moneter sendiri, ia menekankan, bagi BI sudah cukup level BI-7 day reverse repo rate di level 5,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, serta tingkat inflasi ke depan.

"Kami di bank sentral aware dengan pertumbuhan 5%. Kita enggak bisa terlena begitu saja, kita harus tetap aware bahwa gejolak pasti masih ada ketidakpastian ada, oleh karena itu dalam membuat suatu kebijakan enggak mudah kalau kita hanya gunakan satu tools saja seperti yang digunakan di negara-negara maju, monter saja, suku bunga," ucap Destry.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular