
IHSG Anjlok Dolar Capai Rp15.500, Ini yang Sebenarnya Terjadi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemarin, Selasa (26/9/2023), menjadi hari yang buruk bagi pasar saham Tanah Air dan rupiah. Keduanya hancur bersamaan.
Dari data Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp 15.485/US$ atau melemah 0,58% terhadap dolar AS dan bahkan di tengah perdagangan rupiah sempat menyentuh level psikologis Rp 15.500/US$. Adapun, Posisi ini merupakan yang terparah sejak 10 Januari 2023 atau sekitar delapan bulan terakhir.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau ambles pada penutupan perdagangan Selasa (26/9/2023). Tertekannya IHSG terjadi tidak lama setelah diluncurkannya bursa karbon RI.
Bank Indonesia (BI) meyakini melemahnya rupiah hingga menembus level Rp 15.500 dalam perdagangan kemarin dipengaruhi oleh sentimen global.
"Untuk rupiah selain aspek global sebagai penyebabnya, juga ada dampak dari repatriasi deviden," ungkap Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (27/9/2023).
Edi menuturkan pelaku pasar masih merasakan ketidakpastian atas kebijakan bank sentral AS Federal Reserve (Fed). Suku bunga acuan AS dinilai masih berpotensi naik satu kali sampai akhir tahun. BI, dalam paparan RDG bulan September, memperkirakan the Fed akan menaikkan suku bunga acuannya pada November mendatang.
Adapun, hal ini The Fed lakukan untuk memenuhi target inflasi AS yakni 2%. Untuk diketahui, AS mencatatkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.
Di sisi lain, BI melihat ekonomi China, Eropa dan Jepang mengalami pelemahan. Kondisi ini, kata Edi, turut menjadi sentimen negatif bagi investor. "Apa yang terjadi di Eropa, China dan Jepang ikut mendorong penguatan US dollar," ujarnya.
Dari catatan BI, hampir seluruh mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS kemarin. "Bahkan tidak hanya mata uang Asia tetapi juga hampir semua mata uang G-10 juga mengalami pelemahan terhadap US dollar," tegasnya.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan pendorong melemahnya rupiah terhadap dolar AS adalah ekspektasi.
"Ekspektasi bahwa suku bunga acuan akan turun. Jadi tahun 2021-2022 itu, the year of stronger US dollar, kenapa karena ada ekspektasi suku bunga acuannya itu naik terus," katanya.
"Kenapa naik terus, karena ketika Fed Fund Rate-nya naik terus mendekati BI rate ya orang yang tadinya masih taruh dananya di Indonesia, dia pasti berpikir kenapa gak saya taruh aja di rating yang lebih tinggi ratenya ga beda jauh kok," papar Andry.
Dengan demikian, capital outflow banyak melanda emerging market. Hal ini yang menyebabkan mata uang negara berkembang itu melemah. Namun, Andry melihat sentimen penurunan suku bunga mulai mewarnai pasar. Hal ini akan membuat pasar kembali melirik pasar berkembang yang menawarkan yield tinggi.
"Berarti kita udah mulai nih risk on masuk lagi ke emerging market. Itu yang kemudian memberikan sentimen positif untuk currencies-nya emerging market," tegasnya.
Sebagai catatan, indikator ekonomi Indonesia masih menunjukkan posisi yang positif dan kuat. Ekonomi Indonesia berhasil tumbuh di atas 5% dalam tujuh kuartral beruntun, selepas krisis pasca hantaman pandemi Covid-19.
Bahkan, perekonomian Indonesia pada kuartal III-2023 diperkirakan masih dalam tren positif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, berdasarkan data sementara proyeksi ekonomi Juli-September 2023 di atas 5%.
"Kita perkirakan kuartal III pertumbuhan ekonomi kita tetap di atas 5%," ujarnya. Sementara itu, aktivitas Manufaktur Indonesia terus mengalami ekspansi dalam 24 bulan terakhir, diiringi oleh inflasi yang tetap terkendali. Pada Agustus 2023, PMI manufaktur tercatat menguat ke level 53,9, lebih tinggi dibanding bulan Juli (53,3).
Penguatan aktivitas manufaktur ini didorong oleh meningkatnya permintaan baru, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Sejalan dengan itu, Indonesia juga mencatatkan surplus selama 40 bulan berturut-turut. Tercatat, data BPS menunjukkan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2023 surplus sebesar US$ 3,12 miliar. Surplus ini dicapai di tengah pelemahan kinerja dagang mitra utama Indonesia, yakni China.
Meskipun indikator ekonomi Indonesia cukup kuat, efek Pemilu 2024 diperkirakan tetap akan berdampak ke rupiah. Selama gelaran Pemilu 2024 terdapat tren di mana Rupiah mengalami pelemahan dan investor asing ogah masuk ke pasar modal dalam negeri.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan dalam gelaran Pemilu 2019, Rupiah mengalami pelemahan. Namun, dia mengatakan pelemahan itu hanya terjadi sesaat dan pulih kembali setelah pemenang Pemilu diumumkan.
"Kalau kita lihat di 2019 cenderung cukup bias karena saat itu global menghadapi perang dagang, sehingga dampaknya relatif terhadap Rupiah mengalami pelemahan menjelang Pemilu," kata kata Josua Pardede Kupas Tuntas Asumsi Makro APBN 2024 di Bogor, Jawa Barat, Senin (25/9/2023).
Tren serupa juga terjadi pada gelaran Pemilu 2004 dan 2009. Saat itu, kata dia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Rupiah cenderung mengalami pelemahan sesaat. Namun, harga Rupiah dan IHSG kembali pulih begitu hasil Pemilu keluar dan kondisi politik kembali stabil.
"Pada saat hasil pemilu keluar dan kondisi politik cenderung stabil biasanya confidence investor rebound lagi dan indikator di pasar keuangan kembali," katanya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer