
Ada Kabar Terbaru yang Bikin Resah Investor Properti Di China

Jakarta, CNBC Indonesia - Masalah terbaru Evergrande Group di China dalam memperkuat rencana restrukturisasi utang yang telah lama tertunda menyebabkan aksi jual sahamnya dan sejenisnya kembali terpukul. Hal itu karena kekhawatiran yang kembali muncul di sektor properti beberapa waktu lalu.
Mengutip laman Reuters, Evergrande merupakan pengembang properti dengan utang terbesar di dunia yang telah berupaya untuk mendapatkan persetujuan dari para krediturnya dalam rencana restrukturisasi utang setelah mengalami gagal bayar pada tahun 2021.
Dalam rencana yang diluncurkan pada Maret tahun ini, Evergrande mengajukan beberapa opsi kepada para kreditur luar negeri termasuk menukar kepemilikan utang mereka saat ini dengan surat utang baru dengan jangka waktu 10â12 tahun.
Dalam perkembangan yang tidak terduga, pengembang ini mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka tidak dapat menerbitkan utang baru karena penyelidikan yang sedang berlangsung terhadap anak perusahaan domestik utamanya, Hengda Real Estate Group Co Ltd.
Disebutkan Hengda pada bulan lalu sedang diselidiki oleh regulator sekuritas China atas dugaan pelanggaran terhadap pengungkapan informasi.
Saham Evergrande anjlok sebanyak 24% pada hari Senin waktu setempat, sementara indeks sektor properti Hong Kong (Hang Seng) diperdagangkan 3,7% lebih rendah.
"Rencana restrukturisasi utangnya sekarang macet dan tidak dapat melangkah lebih jauh," kata Steven Leung, direktur penjualan di UOB Kay Hian di Hong Kong mengutip Reuters, Senin (25/9/2023).
Selain itu, opsi-opsi lain, seperti mengonversi utang menjadi saham-saham dari unit-unit lain yang terdaftar, juga terlihat tidak dapat dilakukan saat ini.
Restrukturisasi utang luar negeri Evergrande melibatkan total $31,7 miliar, yang meliputi obligasi, jaminan dan kewajiban pembelian kembali, yang berpotensi menjadikannya salah satu yang terbesar di dunia.
Kesengsaraan terbaru pengembang ini membalikkan jeda singkat untuk sektor properti Tiongkok, yang menyumbang sekitar seperempat dari ekonomi, di balik langkah-langkah dukungan Beijing dan dua pengembang besar lainnya yang membuat kesepakatan utang dengan kreditur mereka.
"Kekhawatiran akan kesehatan keuangan (para pengembang) masih membayangi sektor properti, terutama para pengembang properti yang lebih kecil dengan modal yang besar namun hanya memiliki sedikit proyek properti," kata Leung.
Adapun sejumlah pengembang terkemuka di China telah gagal membayar kewajiban utang luar negeri mereka sejak sektor properti dilanda krisis likuiditas yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2021 usai regulator mengekang ledakan pembangunan yang dipicu oleh utang.
Para pengembang yang gagal bayar juga telah mencoba untuk mendapatkan persetujuan dari kreditor luar negeri mereka untuk rencana restrukturisasi utang dalam menghindari keruntuhan atau dipaksa masuk ke dalam proses likuidasi.
Tidak banyak dari rencana-rencana tersebut yang berhasil. Pengembang China Oceanwide Holdings Ltd (0715.HK), yang telah gagal memenuhi kewajiban utangnya, mengatakan dalam sebuah pengajuan di bursa pada hari Senin bahwa pengadilan Bermuda telah memerintahkan pembubaran perusahaan dan telah menunjuk likuidator sementara.
Hambatan terbaru dalam rencana restrukturisasi utang Evergrande ini membuka babak baru bagi pengembang ini, hanya seminggu setelah polisi menahan beberapa staf di unit manajemen kekayaannya, yang membuat sahamnya merosot.
Awal bulan ini, pihak Evergrande mengatakan bahwa mereka telah menunda pengambilan keputusan mengenai restrukturisasi utang luar negeri dari bulan September menjadi bulan depan untuk memberi waktu lebih banyak kepada para pemegang utang untuk mempertimbangkan proposalnya.
Evergrande membutuhkan persetujuan lebih dari 75% pemegang obligasi setiap kelas untuk menyetujui rencana tersebut.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Properti Loyo, Gegara Raksasa Properti China Bangkrut?
