
Rupiah Perkasa, Akhirnya Dolar Say Good Bye Rp 15.300

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sikap wait and see pasar perihal Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) hingga gempuran sentimen negatif.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,13% terhadap dolar AS di angka Rp15.290/US$ pada hari Rabu (23/8/2023). Di tengah perdagangan, rupiah sembat melemah hingga ke titik tertinggi di angka Rp15.328/US$. Hal ini kembali melanjutkan penguatan rupiah yang juga menguat 0,7% kemarin. Penguatan ini juga mengeluarkan rupiah dari level psikologis Rp15.300/US$ setelah terjebak di sana dalam dua hari sebelumnya.
Penguatan rupiah hari ini di tengah sikap wait and see pasar perihal hasil RDG BI terkait suku bunga Indonesia dan gempuran sentimen negatif dari baik dari domestik maupun eksternal.
Pada Rabu dan Kamis pekan ini (23-24 Agustus 2023), BI menggelar RDG yang diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada bulan ini untuk menjaga nilai tukar di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi BI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.
Kubu MH Thamrin diperkirakan masih akan menahan suku bunga meskipun inflasi jauh melandai. BI belum bisa memangkas suku bunga karena masih besarnya tekanan eksternal, terutama dari Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari 2023. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
Suku bunga kemudian bertahan pada level tersebut dalam enam pertemuan terakhir dan diperkirakan akan berlanjut menjadi tujuh pertemuan beruntun.
Selain itu, sentimen negatif datang dari dalam negeri setelah kemarin (22/8/2023) BI merilis data transaksi berjalan yang mengalami defisit Indonesia sebesar US$1,9 miliar atau 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal II-2021
Sementara itu, neraca transaksi finansial mencatat defisit US$ 4,97 miliar.
Sedangkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit sebesar US$ 7,37 miliar pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal III-2022.Defisit pada April-Juni 2023 juga berbanding terbalik dengan surplus sebesar US$ 6,52 miliar pada Januari-Maret 2023.
Defisit pada transaksi berjalan, transaksi finansial, dan NPI bisa semakin menekan rupiah.
Ekonom Bahan Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan defisit NPI terancam melebar ke depan karena besarnya impor minyak sementara sebaliknya ekspor batu bara dan minyak sawit mentah stagnan.
Satria juga menjelaskan defisit pada NPI dan transaksi berjalan ini bisa memberi tekanan lebih ke rupiah sehingga BI kembali mengerek suku bunga untuk menjaga mata uang Garuda.
"Kondisi ini akan memberi risiko lebih kepada rupiah. Konsensus kamu melihat arah kebijakan BI ke depan justru akan menaikkan suku bunga bukan pada pemangkasan," tutur Satria, kepada CNBC Indonesia.
Hal lain yang ditunggu pelaku pasar yaitu Simposium Ekonomi Jackson Hole, di Wyoming, selama tiga hari. Chairman Bank Sentral AS (The Fed), Jerome Powell akan hadir dan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8) di Jackson Hole.
Dia akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer
