Dunia 2024 Diramal Makin Kacau, Asing Bisa Kabur dari RI!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memprediksi bahwa sejumlah faktor global maupun domestik akan mempengaruhi jalannya APBN 2024. Salah satu yang diwaspadai pemerintah adalah adanya pembalikan arus modal asing dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
"Hal ini dapat disebabkan oleh kebijakan pengetatan moneter melalui peningkatan suku bunga bank sentral," seperti dikutip dari Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN TA 2024 pada Minggu, (21/8/2023).
Pembalikan arus modal atau capital outflow disebut dapat mengganggu stabilitas nilai tukar, kondisi pasar modal, dan stabilitas pasar keuangan Indonesia. Tekanan disebut juga bisa terjadi akibat pengetatan moneter bank sentral global yang direspons Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga. "Di pasar keuangan domestik, hal ini dapat memicu biaya modal (cost of capital) menjadi lebih tinggi," seperti dikutip dari sumber yang sama.
Lebih lanjut, ketidakpastian global juga timbul akibat tensi geopolitik konflik Rusia-Ukraina dan berlanjutnya perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok. Dampak yang dirasakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah harga komoditas global yang berfluktuasi, melonjaknya inflasi global, dan fragmentasi geopolitik global yang dapat mengganggu kerja sama dan kemitraan strategis. "Dengan kondisi ini, akibatnya aktivitas perdagangan dan arus investasi global melambat."
Fragmentasi itu pada akhirnya akan berdampak pada negara berkembang yang bergantung pada pasar ekspor dan aliran modal luar negeri. Fragmentasi global juga telah memicu fenomena dedolarisasi yang juga akan berdampak cukup besar, baik bagi perekonomian AS maupun stabilitas ekonomi global.
Melemahnya kinerja ekonomi global disebut berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Utamanya akibat tren moderasi harga komoditas unggulan, khususnya batu bara dan CPO. Selain itu, persaingan menarik investor ke dalam negeri diprediksi akan makin ketat dengan meningkatnya kepedulian isu lingkungan.
"Prospek pasar keuangan domestik, termasuk pergerakan nilai tukar rupiah dan yield SBN akan sangat dipengaruhi dinamika pasar global," dikutip dari Buku II. Karena adanya potensi gangguan itu, pemerintah menyatakan akan berupaya mengarahkan pengelolaan risiko keuangan negara untuk mengantisipasi tekanan yang bersumber dari global maupun domestik.
Pemerintah menyatakan akan melakukan mitigasi dalam berbagai bentuk kebijakan seperti kebijakan optimalisasi pendapatan negara, penghematan atau realokasi belanja negara, pengelolaan kewajiban Pemerintah (liabilities management), atau kombinasi dari kebijakan tersebut.
"Stabilitas ekonomi makro menjadi area penting dalam pengelolaan risiko fiskal dengan memperhatikan bauran kebijakan untuk meminimalkan dampak guncangan pada perekonomian dan kebijakan pre-emptive dan antisipatif," seperti dikutip kembali dari Buku II.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anggaran Jokowi di Akhir Jabatan Rp3.476 T, Buat Apa Saja?
