Waswas Guncangan Eksternal Masih Bisa Lanjut Menekan Rupiah!

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
21 August 2023 08:27
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air pekan ini nampaknya masih akan dapat guncangan akibat ketidakpastian eksternal yang meningkat.

Padahal, akhir pekan lalu pergerakan rupiah mulai membaik terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang ditandai dengan penguatan kembali ke level Rp15.200/US$ setelah beberapa hari sempat menyentuh level Rp15.300/US$.

Melansir dari data Refinitiv, mata uang Garuda ditutup di posisi Rp15.280/US$ pada perdagangan Jumat (18/8/2023). Akan tetapi, masih dalam tren pelemahan selama lima pekan beruntun.

Pekan lalu pelemahan rupiah terjadi akibat ketidakpastian eksternal yang meningkat terutama pasca bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengeluarkan risalah yang masih on-track dalam memprioritaskan melawan inflasi. Oleh karena itu, pasar masih menilai sikap the Fed ke depan masih berpotensi melanjutkan kebijakan ketat dengan menaikkan suku bunga. Imbasnya terlihat pada imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun sempat mendekati level tertingginya sejak 2007 pada kamis lalu.

Hal ini membuat pasar masih bersikap waswas akan adanya potensi penguatan the Greenback yang masih bisa menekan mata uang Tanah Air walaupun pada akhir pekan Rupiah menguat ke level Rp15.200/US$ berkat Jokowi Effect setelah menyampaikan pidato Kenegaraan.

Beralih pada pekan ini pelaku pasar masih akan mencermati sejumlah sentimen dan rilis data ekonomi makro yang akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Dari AS yang paling ditunggu-tunggu, mulai Kamis depan, para pejabat The Fed, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, akan berkumpul untuk Simposium Ekonomi Jackson Hole, di Wyoming, selama tiga hari, yang diselenggarakan setiap tahun oleh The Fed wilayah Kansas City sejak 1981.

Simposium Jackson Hole adalah acara di mana para gubernur bank sentral, menteri keuangan, ekonom, dan akademisi dari seluruh dunia berkumpul untuk membahas masalah ekonomi yang paling mendesak saat ini.

Simposium tahun ini berjudul "Pergeseran Struktural dalam Ekonomi Dunia" dan kemungkinan akan fokus pada bagaimana bank sentral, setelah menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam lebih dari dua dekade, dapat menjauhkan ekonomi dari resesi.

Jerome Powell akan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8) di Jackson Hole. Dalam pidatonya, yang ditetapkan pada pukul 10:05 waktu AS atau 21.05 WIB, Powell akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.

Rapat FOMC The Fed berikutnya sendiri akan diadakan pada 19-20 September 2023. Pidato Powell akan dinanti-nanti karena secara historis memiliki efek kejut yang besar untuk pasar.

Sementara dari dalam negeri, pada Selasa (22/8), Bank Indonesia (BI) akan merilis laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II 2023 yang juga memuat data transaksi berjalan.

Sebagai catatan, NPI mencatat surplus US$ 6,5 miliar sementara transaksi berjalan surplus sebesar US$ 3,0 miliar atau 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2023. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu, BI memperkirakan NPI yang positif diperkirakan berlanjut, didukung transaksi berjalan yang diperkirakan terjaga sehat dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB pada 2023.

Pergerakan transaksi berjalan dan NPI akan sangat berdampak kepada nilai tukar rupiah. Pasalnya, NPI akan mencerminkan seberapa besar kekuatan ekspor serta arus modal asing yang masuk. Hal itu akan menentukan besaran pasokan dolar serta cadangan devisa yang akan memperkuat rupiah

Kemudian, pada Kamis (24/8) akan ada dua data penting, yakni indeks harga properti dan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, termasuk suku bunga acuan. BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada rapat yang akan digelar pada Rabu dan Kamis pekan ini (23-24 Agustus 2023).

Sejumlah ekonom memperkirakan BI baru akan memangkas suku bunga pada kuartal I-2024. "Kita lihat di kuartal I-2024 sudah ada ruang BI untuk cut rate," tutur Faisal Rachman, ekonom Bank Mandiri, kepada CNBC Indonesia.

Teknikal Rupiah

Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah masih sideways tetapi cenderung mendekati support terdekat berdasarkan garis rata-rata selama 100 jam atau moving average 100 (MA100) di Rp15.270/US$. Apabila garis support bisa tersentuh, ini bakal menandai penguatan rupiah yang berlanjut.

Kendati demikian, tetap perlu diwaspadai apabila ada pembalikan arah naik ketika mencapai support yang menunjukkan masih ada peluang pelemahan. Oleh karena itu bisa diperhatikan posisi resistance sebagai target pelemahan jangka pendek di Rp15. 345/US$. Angka tersebut didapatkan dari horizontal line berdasarkan high candle 15 Agustus 2023.

Pergerakan rupiah melawan dolar ASFoto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS


CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected] 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbal dari keputusan tersebut.


(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menanti Kepastian BI & the Fed, Bagaimana Rupiah Hari Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular