Bursa Hong Kong Ambruk Imbas Evergrande, Bakal Menular ke RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka berjatuhan pada perdagangan akhir pekan, Jumat (18/8/2023) dibebani gonjang ganjing sektor properti dan real estat China.
Bursa Hong Kong tercatat menjadi yang paling terdampak dengan Hang Seng terkoreksi 1,12%.
Ambruknya pasar ekuitas disebabkan oleh berita raksasa real estate China Evergrande yang telah mengajukan perlindungan kebangkrutan di pengadilan kebangkrutan AS.
Pengembang properti dengan utang paling jumbo di dunia telah mengalami gagal bayar pada tahun 2021 dan mengumumkan program restrukturisasi utang luar negeri pada bulan Maret. Perdagangan saham Evergrande juga telah ditangguhkan sejak Maret 2022.
Perlindungan kebangkrutan Bab 15 memungkinkan pengadilan AS untuk campur tangan dalam kasus kepailitan lintas batas yang melibatkan perusahaan asing yang sedang menjalani restrukturisasi dari kreditur.
Perlindungan tersebut bertujuan untuk melindungi aset debitur dan memfasilitasi penyelamatan bisnis yang mengalami kesulitan keuangan.
Tianji Holdings, afiliasi Evergrande, dan anak perusahaannya Scenery Journey, juga mengajukan perlindungan Bab 15 di pengadilan kebangkrutan Manhattan, menurut pengajuan tersebut.
Pengajuan tersebut bersifat prosedural, tetapi pengembang properti yang paling banyak berutang di dunia dengan kewajiban lebih dari US$ 300 miliar (Rp 4.500 triliun) harus melakukannya sebagai bagian dari proses restrukturisasi di bawah undang-undang AS, menurut keterangan sumber Reuters.
Restrukturisasi utang luar negeri Evergrande secara total mencapai US$ 31,7 miliar (Rp 475,5 triliun), yang meliputi obligasi, agunan, dan kewajiban pembelian kembali
Kejatuhan sektor properti dan Bahaya Penuluran
Pengajuan Evergrande datang di tengah kekhawatiran penularan bahwa masalah sektor properti China dapat meluas ke bagian lain dari ekonomi, yang telah mengalami pertumbuhan yang goyah.
Baru-baru ini, Country Garden, yang pernah menjadi salah satu pengembang terbesar di China, berjuang untuk melakukan pembayaran kupon pada obligasi berdenominasi dolar AS dan mengeluarkan peringatan keuntungan.
Masifnya sektor real estat China telah lama menjadi mesin pertumbuhan vital bagi ekonomi terbesar kedua di dunia, dan menyumbang sebanyak 30% dari produk domestik bruto negara itu.
Pada bulan Juli, Evergrande membukukan kerugian gabungan sebesar US$ 81 miliar (Rp 1.215 triliun) selama dua tahun terakhir, setelah berjuang untuk menyelesaikan proyek dan membayar kembali pemasok dan pemberi pinjaman.
Kerugian bersih untuk 2021 dan 2022 masing-masing adalah 476 miliar yuan ($66,36 miliar) dan 105,9 miliar yuan ($14,76 miliar), sebagai akibat dari penurunan nilai properti, pengembalian tanah, kerugian aset keuangan dan biaya pembiayaan, kata perusahaan itu.
(fsd/fsd)