
Tak Peduli Inflasi AS Naik Lagi, Bursa Asia Dibuka Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Jumat (11/8/2023), di tengah menghijaunya bursa saham Amerika Serikat (AS) kemarin, karena inflasi terbaru di AS datang lebih rendah dari yang diharapkan, meningkatkan harapan pasar bisa melihat "soft landing" dalam pertarungan inflasi.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong menguat 0,37%, ASX 200 Australia naik tipis 0,01%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,24%.
Namun, untuk indeks Shanghai Composite China turun tipis 0,09% dan Straits Times Singapura melemah 0,33%.
Sementara untuk pasar saham Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Gunung.
Dari Singapura, pemerintah menyesuaikan data pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023, di mana produk domestik bruto (PDB) untuk kuartal April hingga Juni tumbuh 0,5% (year-on-year/yoy), sedikit revisi dari ekspansi awal 0,7% yang diumumkan bulan lalu.
Sedangkan secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), PDB Singapura pada kuartal II-2023 tumbuh 0,1%, setelah kontraksi 0,4% selama tiga bulan sebelumnya.
Hal ini karena ekonomi global yang lemah dan permintaan yang lesu di antara mitra dagang utama seperti China.
Singapura, ekonomi yang bergantung pada perdagangan, sedang mengalami kemerosotan ekspor yang berkepanjangan, karena patokan ekspor domestik non-migas pada Juni lalu menyusut 15,5% (yoy), penurunan bulan ke-9 berturut-turut dari tahun ke tahun karena pengiriman elektronik dan non-elektronik jatuh.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas menguat terjadi di tengah meghijaunya lagi bursa saham AS, Wall Street pada penutupan perdagangan kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,15%, S&P 500 naik tipis 0,03%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,12%.
Wall Street berhasil menguat meski inflasi AS pada periode Juli 2023 kembali mengalami kenaikan. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada bulan lalu mencapai 3,2% (year-on-year/yoy), meningkat dibandingkan 3,0% (yoy) pada Juni lalu. Meskipun demikian, laju inflasi di bawah ekspektasi sebesar 3,3% (yoy)
Kenaikan inflasi tersebut menjadi yang pertama kali dalam setahun terakhir, setelah dalam 12 bulan berturut-turut mencatatkan penurunan CPI.
Inflasi AS sempat menyentuh 9,1% (yoy) pada Juni 2022, tertinggi dalam 40 tahun terakhir akibat melonjaknya harga komoditas global, tertutama di sektor energi, yang dipicu perang Rusia-Ukraina.
Adapun, inflasi inti, yang tak mencakup harga bergejolak tercatat sebesar 4,7% (yoy) pada Juli 2023, turun tipis dari dari bulan sebelumnya dan ekspektasi ekonom sebesar 4,8%% (yoy).
Sementara itu, secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI AS pada Juli 2023 tercatat sebesar 0,2%, tak berubah dari bulan sebelumnya dan sesuai dengan ekspektasi pasar.
Negeri Paman Sam juga merilis data klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 5 Agustus. Jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran melonjak hingga mencapai 248 ribu. Jumlah ini lebih tinggi dari perkiraan consensus di 230 ribu.
Lonjakan data klaim pengangguran ini menjadi sinyal jika data tenaga kerja AS sudah mulai mendingin.
Meski data tenaga kerja cenderung mendingin, tetapi inflasi AS kembali memanas. Kondisi ini membuat pasar pesimis jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan segera melunak. Terlebih, sejumlah pejabat The Fed masih menyuarakan hawkish.
Presiden The Fed San Fransico, Mary Daly mengatakan jika The Fed masih memiliki pekerjaan panjang untuk menekan inflasi.
CME's FedWatch Tool menunjukkan pasar melihat 90,5% kemungkinan The Fed akan menahan suku bunga di level saat ini yakni 5,25 - 5,50% pada September. Kemungkinan ini naik dari 86,5% pada data sebelumnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
