
Saatnya RI Buktikan 'Surga Investasi', Pasar RI Pesta Lagi?

Sentimen pasar di dalam negeri pada hari ini cenderung minim, sehingga investor berfokus ke sentimen eksternal.
Pertama, dari Amerika Serikat (AS) ada dua data penting yang baru di rilis. Menurut National Association of Realtors, penjualan rumah bekas dilaporkan turun 3,3% pada Juni dibandingkan dengan bulan sebelumnya, angka ini berjalan pada tingkat tahunan yang disesuaikan secara musiman sebesar 4,16 juta unit.
Dibandingkan dengan Juni tahun lalu, penjualan 18,9% lebih rendah. Itu adalah laju penjualan paling lambat untuk Juni sejak 2009.
Namun, sebagai catatan bahwa pelemahan lanjutan di pasar perumahan bukan karena kurangnya permintaan. Ini semua tentang kekurangan pasokan yang kritis. Hanya ada 1,08 juta rumah yang dijual pada akhir Juni, 13,6% lebih rendah dari Juni 2022. Pada laju penjualan saat ini, itu mewakili pasokan 3,1 bulan. Pasokan enam bulan dianggap seimbang antara pembeli dan penjual.
Selain itu, jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran tiba-tiba turun minggu lalu, menyentuh level terendah dalam dua bulan di tengah pengetatan pasar tenaga kerja yang sedang berlangsung dan menentang upaya The Fed untuk memperlambat permintaan.
Data tersebut menunjukkan jika data tenaga kerja masih panas dan ekonomi AS kemungkinan masih sulit turun dengan cepat sehingga The Fed akan sulit melunak.
Dari China, investor tengah mencermati kondisi ekonomi Negeri Tirai Bambu yang tampak terpuruk. Hal ini dibuktikan dengan ditahannya suku bunga untuk periode kali ini.
Bank Sentral China (PBoC) telah mengumumkan suku bunga tenor satu tahun dan lima tahun tidak naik maupun turun alias sama dengan periode sebelumnya. Data Loan Prime Rate tenor satu tahun di angka 3,55% sedangkan tenor lima tahun di posisi 4,20%.
Angka ini sesuai dengan ekspektasi pasar yang tetap mempertahankan suku bunganya dibandingkan periode sebelumnya.
Selain dari China, Investor patut mencermati data yang sudah dirilis Jepang yang merupakan salah satu mitra dagang Indonesia.
Kemarin, Jepang melaporkan data neraca perdagangannya. Negara tersebut melaporkan impornya jatuh -12,9% yoy pada Juni dibandingkan bulan sebelumnya sebelumnya -9,8%. Sementara, ekspor Jepang naik sedikit 1,5% dari bulan sebelumnya yang berada hanya di 0,6%.
Impor telah terkoreksi selama tiga bulan berturut-turut. Akibatnya, hal ini dapat menyebabkan penurunan permintaan produk Jepang dari negara lain, termasuk Indonesia. Padahal, tahun ini Jepang merupakan pasar ekspor Indonesia terbesar kedua setelah China.
Sebagai informasi, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor Indonesia ke Jepang terus mengalami penurunan sejak Januari 2023 dari US$ 1.889,6 juta menjadi US$ 1.449,9 juta pada Juni 2023.
Ekspor Indonesia ke Jepang pada Januari-Juni 2023 tercatat US$ 10 miliar, anjlok 7,54% dibandingkan periode sebelumnya.
Hari ini, data dari Jepang akan kembali mewarnai pasar keuangan Tanah Air. Pukul 06:30-06:50 nanti Jepang akan merilis data inflasi serta data Investasi Obligasi Asing.
Pada periode sebelumnya, tingkat inflasi tahunan di Jepang secara tak terduga turun menjadi 3,2% (year on year/yoy) pada Mei 2023 dari level tertinggi 3 bulan di bulan April sebesar 3,5% (yoy), meleset dari perkiraan pasar sebesar 4,1% (yoy). Data inflasi ini tentu penting untuk melihat kemana arah kebijakan Bank Sentral Jepang (BoJ) ke depan.
Dari Inggris, tingkat inflasi Inggris turun secara signifikan pada Juni 2023 menjadi 7,9% secara tahunan (YoY) sekaligus berada di bawah ekspektasi para ekonom sebesar 8,2% YoY.
Adapun, inflasi pada bulan sebelumnya mencapai 8,7% YoY. Kondisi tersebut akan mengurangi beberapa tekanan pada Bank of England (BoE) untuk terus menaikkan suku bunga secara tajam. Meskipun begitu, data inflasi yang dirilis Rabu (19/7/2023) tersebut masih jauh di atas target BoE sebesar 2%.
Hari ini Inggris juga bakal melaporkan data penjualan retail negaranya. Ini penting diketahui untuk melihat seberapa kuat Inggris menghadapi gejolak ekonomi global yang belum berakhir.
Untuk diketahui, pada perode sebelumnya penjualan ritel di Inggris naik 0,3% dari bulan sebelumnya di bulan Mei 2023, menyusul kenaikan 0,5% di bulan April dan melampaui ekspektasi pasar penurunan 0,2%. Dengan kenaikan ini, tentu saja harapannya untuk periode Juni penjualan rietl semakin membaik.
Berdasarkan ekonom yang di survey oleh Reuters, penjualan ritel Inggris justru diperkirakan mengalami kontraksi sebesar -1,5%.
Dari dalam negeri, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hari ini akan mengumumkan rilis data realisasi investasi untuk kuartal II-2023 dan semester I-2023. Besarnya kucuran dana realisasi investasi ini bakal membawa angin segar bagi pasar keuangan Tanah Air.
Sebagaimana diketahui, pada kuartal I-2023 realisasi investasi pada kuartal I-2023 mencapai Rp 328,9 triliun atau telah mencapai 23,5% dari target realisasi investasi 2023 yang sebesar Rp 1.400 triliun.
Realisasi investasi pada kuartal I-2023 tersebut meningkat 16,5% dibandingkan periode yang sama pada 2022, yang sebesar Rp 282,4 triliun.
Melihat realisasi investasi tersebut, pelaku pasar tentu optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini bisa mencapai 5%. Sebab, investasi akan memberikan kontribusi penting terhadap pertumbuhan ekonomi, meskipun secara global diprediksi melambat pada 2023. Optimisme ekonomi 2023 akan baik kalau Indonesia mampu menjaga momentum.
Menarik dicermati pula, siapa investor asing terbesar pada kuartal II-2023 serta sektor apa yang paling menarik pada kuartal tersebut.
Investasi berkontribusi sekitar 25-26% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jika RI mampu menarik semakin banyak invesor dan menjadi 'surga investasi' maka ekonomi akan semakin membaik dan lapangan kerja akan semakin meningkat.
