Jelang Rilis Data Inflasi China, Bursa Asia Dibuka Menghijau

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
10 July 2023 08:42
pasar saham asia
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Senin (10/7/2023), di mana investor menanti rilis data inflasi China pada periode Juni 2023.

Per pukul 08:30 WIB, hanya indeks Nikkei 225 Jepang yang terpantau melemah yakni sebesar 0,35%.

Sedangkan sisanya terpantau menguat. Indeks Hang Seng Hong Kong melejit 2,06%, Shanghai Composite China menguat 0,48%, Straits Times Singapura bertambah 0,22%, ASX 200 Australia naik 0,27%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,45%.

Dari China, data inflasi pada periode Juni 2023 akan dirilis pada pagi hari ini. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) diperkirakan turun menjadi 0,1% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI China pada bulan lalu diperkirakan sedikit membaik menjadi minus 0,1%.

Selain inflasi CPI, China juga akan merilis data inflasi berdasarkan producer price index (PPI) periode Juni 2023, yang diperkirakan kembali menurun menjadi minus 4,9%.

Data inflasi China akan dipantau ketat oleh pelaku pasar karena jika inflasi kembali menurun, maka ada kelesuan daya beli yang terjadi di China.

Berbeda nasib dengan Amerika Serikat (AS) yang inflasi-nya diharapkan turun, negara asal Panda ini malah mengharapkan inflasi meningkat karena nilai inflasi yang rendah menunjukkan kondisi ekonomi-nya yang masih lesu.

Jika kondisi ekonomi China masih lesu akibat inflasi yang rendah atau tidak sesuai ekspektasi, maka hal ini bisa berpengaruh ke pasar keuangan Asia bahkan global.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah terkoreksinya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,55%, S&P 500 terkoreksi 0,29%, dan Nasdaq Composite berakhir turun 0,13%.

Tak hanya China, AS juga akan merilis data inflasinya pada pekan ini, yakni pada Rabu untuk CPI dan Kamis untuk PPI.

Konsensus ekonom menyebut, CPI tahunan AS per Juni akan turun menjadi 3,1% dari bulan sebelumnya 4%, dan menandai laju tahunan paling lambat sejak Maret 2021.

Setali tiga uang, CPI inti tahunan juga diperkirakan akan melandai ke 5% dari bulan sebelumnya 5,3%.

Sementara PPI, yang merupakan inflasi dari sudut pandang produsen dan grosir, diproyeksikan naik 0,2% bulan lalu, setelah turun 0,3% di Mei.

PPI kemungkinan naik hanya 0,2% dari posisi tahun lalu, yang akan menandai kenaikan tahunan terkecil sejak September 2020, dan dibandingkan dengan puncak 11,7% pada Maret tahun lalu.

Wall Street tentu ingin melihat penurunan lanjutan inflasi demi mengetahui apakah rencana bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) terkait pengetatan moneter berhasil atau Jerome Powell cs tetap masih akan hawkish ke depan.

Di lain sisi, perkembangan geopolitik AS-China juga akan menjadi penggerak pasar selama pekan ini.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen memberikan nada positif, tetapi pragmatis setelah menyelesaikan kunjungan bilateral ke Beijing yang bertujuan untuk meyakinkan para pejabat China bahwa AS tidak berusaha menahan saingan ekonomi terbesarnya tersebut pada Minggu kemarin.

Yellen mengatakan dia memberi tahu China bahwa setiap pembatasan investasi luar negeri AS akan "transparan" dan "ditargetkan dengan sangat sempit."

"Amerika Serikat tidak berusaha untuk memisahkan diri dari China," ujar Yellen, dikutip CNBC International, Minggu (9/7/2023).

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular