Analisis Teknikal

Duh, Ini yang Bisa BIkin IHSG Gagal Hijau Hari Ini

mkh & Putra, CNBC Indonesia
08 June 2023 13:11
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung stagnan, dengan hanya bertambah 0,05 poin alias tetap 0% pada penutupan sesi I perdagangan Kamis (8/6/2023).

Terdapat 264 saham yang menguat, 236 saham melemah dan 220 saham tidak bergerak. Hingga istirahat siang, sekitar 10,5 miliar saham terlibat dan berpindah tangan sebanyak 772 ribu kali. Selain itu, nilai perdagangan tercatat mencapai Rp5 triliun.

Berdasarkan catatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv setengah dari total sektor menguat. Sektor Kesehatan menjadi yang paling atas, naik 0,72% sebaliknya sektor Utilitas menjadi yang paling bawah turun 1,86%.

Adapun saham penopang IHSG paling besar siang ini berdasarkan bobot indeks poinnya adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. sebesar 3,05 indeks poin. Sementara, saham yang paling memberatkan IHSG yaitu PT Astra International Tbk. sebesar 3,48 indeks poin.

Suku bunga The Fed masih menjadi sorotan utama yang mempengaruhi pasar Indonesia hari ini. Pasca-inflasi yang masih tinggi, pelaku pasar cenderung pesimis bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertemuan mendatang.

Hal ini dapat berdampak negatif terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia.

Sementara itu, ekonomi AS masih menghadapi tekanan dengan tingginya tingkat inflasi. Meskipun pasar tenaga kerja AS masih kuat dan prospek gaji yang kompetitif, tingginya inflasi mengindikasikan adanya risiko resesi yang tinggi.

Inflasi AS pada bulan April 2023 tercatat sebesar 4,9%, yang masih di bawah target penurunan inflasi The Fed sebesar 2%. Hal ini membuat The Fed tetap waspada dan belum puas dengan penurunan inflasi saat ini.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar memperkirakan probabilitas kenaikan suku bunga The Fed hanya sebesar 20%, sehingga sebagian besar pelaku pasar yakin bahwa suku bunga akan tetap berada pada kisaran 5% - 5,25%. Akan tetapi, jika The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga, pasar finansial dunia dapat mengalami ketidakstabilan.

Tidak hanya masalah suku bunga di AS, perlambatan ekonomi China juga menjadi perhatian para pelaku pasar. Data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi China setelah pencabutan kebijakan lockdown pascapandemi Covid-19 masih belum sepenuhnya pulih.

Terutama, aktivitas pabrik yang masih rendah dapat berdampak negatif terhadap ekonomi China, yang merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Penurunan indeks Purchasing Managers' Index (PMI) China menjadi peringatan bagi perdagangan luar negeri Indonesia. Pada bulan Mei, ekspor China turun 7,5% secara year-on-year (YoY), sementara impor turun 4,5%.

Kinerja ekspor yang buruk dan penurunan impor mencerminkan permintaan yang lemah untuk barang-barang China, yang dapat berdampak pada ekspor dan impor Indonesia.

Dalam menghadapi ketidakpastian suku bunga The Fed dan perlambatan ekonomi China, pasar modal Indonesia berpotensi melemah. Investor diharapkan untuk tetap waspada dan mempertimbangkan risiko-risiko yang ada dalam membuat keputusan investasi.

IHSG diprediksi akan menghadapi tekanan dalam waktu dekat, terutama jika terjadi perubahan kebijakan suku bunga The Fed dan terus berlanjutnya perlambatan ekonomi China.

Analisis Teknikal

IHSG dianalisis berdasarkan periode waktu 1 jam (hourly) menggunakan moving average (MA) dan pivot point Fibonacci untuk mencari resistance dan support terdekat.

Pada sesi I, IHSG belum berhasil menembus resistance berupa MA 20 (6.630) dan 6.634. Resistance tersebut bisa menahan IHSG untuk melaju di zona hijau pada sesi II.

Pergerakan IHSG juga dilihat dengan indikator teknikal lainnya, yakni Relative Strength Index (RSI) yang mengukur momentum.

RSI merupakan indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu.

Indikator RSI berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20. Dalam grafik harian, posisi RSI turun ke 46,90.

Sementara, dilihat dari indikator lainnya, Moving Average Convergence Divergence (MACD), grafik MACD memotong garis sinyal dari bawah, sebuah indikasi golden cross.

Pada sesi II, IHSG berpotensi masih bergerak volatil dengan resistance terdekat di 6.630-6.634. Apabila sukses menembus resistance tersebut, IHSG bisa nyaman berada di zona penguatan hingga penutupan.

Namun, apabila gagal, IHSG berpotensi menguji support terdekat 6.606-6.600.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular