Kabar Buruk Bagi RI! Harga CPO Jeblok, Terendah 2 Tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Semakin tinggi harga minyak nabati ini dan batu bara membuat neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus selama berbulan-bulan.
Namun, sejak pertengahan 2022 lalu harga CPO terus merosot. Rabu kemarin harganya anjlok hingga 6% ke 3.201 ringgit (MYR) per ton, yang merupakan level terendah sejak Januari 2021. Sepanjang 2023 harganya sudah merosot sekitar 23%.
Melihat kemerosotan tersebut dan posisinya di level terendah dalam lebih dari dua tahun, harga CPO mengalami teknikal rebound, naik 2% ke MYR 3.271/ton pada Kamis (1/6/2023) pukul 10:37 WIB.
Harga CPO ikut terseret penurunan harga minyak mentah dan minyak nabati lainnya. Sebabnya, kondisi perekonomian global yang masih dipenuhi ketidakpastian. Apalagi salah satu konsumen minyak nabati terbesar, China, kembali menunjukkan kinerja ekonomi yang mengecewakan. Padahal, China digadang-gadang bakal menjadi motor penggerak perekonomian dunia tahun ini.
Fakta berkata lain, sektor manufaktur China mengalami kontraksi yang cukup dalam.
Biro Statistik Nasional China kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Mei turun menjadi 48,8 dari bulan sebelumnya 49,2. Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau menurunnya aktivitas usaha. Semakin jauh ke bawah, penurunan aktivitas usaha tentunya semakin dalam.
Dengan demikian, ada risiko permintaan CPO dari China akan mengalami penurunan. Saat volume permintaan turun, harga juga lebih murah, Indonesia tentunya kurang diuntungkan.
Hal ini terlihat dari data ekspor-impor yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai ekspor CPO pada periode Januari - April 2023 sebesar US$ 8,8 miliar, anjlok nyaris 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jatuhnya harga CPO tersebut tentunya mengikis surplus neraca perdagangan Indonesia, dan bisa jadi tanda jika era "durian runtuh" segera berakhir.
(pap/pap)