Ada KTT G-7, Bursa Asia Ditutup Bergairah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
22 May 2023 17:04
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup menguat pada perdagangan Senin (22/5/2023), di mana investor mencerna implikasi dari sikap negara-negara G7 terhadap China dan dampak dari alotnya pembahasan plafon utang Amerika Serikat (AS).

Hanya indeks ASX 200 Australia yang ditutup di zona merah pada perdagangan awal pekan ini. ASX 200 melemah 0,22% ke posisi 7.263,3.

Sedangkan sisanya ditutup di zona hijau. Indeks Nikkei 225 ditutup melesat 0,9% ke 31.086,8, Hang Seng Hong Kong melonjak 1,17% ke 19.678,17, Shanghai Composite China menguat 0,39% ke 3.296,47, Straits Times Singapura bertambah 0,27% ke 3.211,09, KOSPI Korea Selatan menanjak 0,76% ke 2.557,08, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi 0,43% menjadi 6.729,65.

Dari China, bank sentral (People's Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya pada hari ini, di mana suku bunga acuannya PboC telah dipertahankan sejak September 2022 atau sembilan bulan beruntun.

Suku bunga pinjaman (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun tetap di level 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun masih di level 4,3%.

Hal ini sudah sesuai dengan prediksi pasar yang memperkirakan PBoC kembali mempertahankan suku bunga acuannya.

Dalam kebijakan moneter, pemangkasan rasio cadangan (reserve requirement ratio/RRR) lebih mungkin dilakukan dibandingkan pemangkasan suku bunga di tahun ini, mengingat perbedaan suku bunga AS-China yang sudah sangat melebar.

Penetapan suku bunga dasar pinjaman yang stabil terjadi setelah PBoC memperpanjang fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF). Suku bunga MLF berfungsi sebagai panduan untuk LPR dan kebanyakan pasar juga menggunakan suku bunga jangka menengah ini untuk setiap perubahan pada patokan pinjaman.

Di lain sisi, hal ini juga terjadi saat investor di Asia-Pasifik mencerna implikasi dari sikap G7 terhadap China.

Berdasarkan draf komunike bersama yang diperoleh kantor berita Reuters, negara G-7 sepakat terkait dengan upaya melepaskan diri dari ketergantungan rantai pasok perdagangan China.

Namun, penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan mengatakan negara-negara G7 berkeinginan mengurangi risiko, bukan memisahkan diri dari China.

Dia menambahkan pemimpin negara G7 akan menguraikan sejumlah langkah untuk mengatasi ketergantungan ekonomi, termasuk upaya membangun rantai pasok yang lebih tangguh dan upaya melindungi teknologi melalui pembatasan ekspor, dan investasi ke luar.

Dalam draf komunike terakhir, negara-negara G-7 sepakat bahwa menetapkan status China sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia. Dengan status tersebut, para pemimpin negara menilai diperlukan penguatan kerja sama untuk lepas dari ketergantungan China.

Di lain sisi, investor menanti rilis data inflasi belanja konsumsi perorangan (Personal Consumption Expenditures/PCE) inti per April, yang menjadi acuan inflasi favorit bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Rilis tersebut menjadi agenda penting pekan depan lantaran data PCE inti akan turut mempengaruhi kemungkinan kenaikan (atau penundaan) suku bunga pada rapat tengah Juni.

Indeks PCE kemungkinan naik 0,2% bulan lalu, meningkat dari kenaikan 0,1% pada Maret. Secara tahunan, PCE kemungkinan naik 4,1%, pada laju paling lambat sejak Mei 2021 dan dibandingkan dengan kenaikan 4,2% pada Maret.

Adapun, PCE inti, yang tidak termasuk item makanan dan energi yang sifatnya volatil, diproyeksikan naik 0,3% dari Maret, dan 4,6% secara tahunan.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular