Duh! 7 Saham Transportasi Kok Bertumbangan, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada satu jam perdagangan Jumat (19/5/2023) sektor transportasi terkoreksi 1,30%. Beberapa saham transportasi pun anjlok bahkan ada yang menyentuh Auto Rejection Bawah (ARB).
Penurunan bukan hanya terjadi pada sektor transportasi, namun juga beberapa sektor lainnya. Sektor yang terkoreksi menyentuh diatas 1% terdapat sektor energi terkoreksi hingga 1,60% dan basic industri 1,57%.
Penurunan didominasi oleh sektor-sektor komoditas sehingga berpengaruh pada sektor logistik atau transportasi sebagai pendukung dari pengiriman komoditas.
Ambruknya harga energi batu bara disebabkan oleh banyaknya sentimen negatif dari sejumah negara, mulai dari China, Jepang, Korea Selatan, hingga Jerman.
China memang melaporkan permintaan listrik mereka sudah naik pada tahun ini. Produksi listrik China pada Januari-April 2023 naik 4,9% (year on year/yoy) menjadi 128 miliar kilowatt-hours (kWh).
Pembangkit batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan porsi 83 miliar kWh.
Di tengah makin berkurangnya produksi listrik batu bara, Tiongkok terus melaporkan kenaikan output pasir hitam. Produksi batu bara China naik 6% menjadi 80 juta ton pada Januari-April 2023.
Bila produksi listrik dari pembangkit batu bara terus berkurang sementara produksi batu bara melonjak maka permintaan batu bara ke pasar global akan terus menurun sehingga harganya turun.
Penurunan produksi listrik pembangkit batu bara juga dilaporkan Jerman.
Produksi listrik dari pembangkit batu bara di Jerman anjlok 19% (month to month/mtm) ke 375 giga watt hours (gWh) Permintaan diperkirakan akan terus melandai karena ini musim semi seperti saat inia dalah periode di mana permintaan listrik akan rendah.
Penurunan produksi listrik batu bara salah satunya karena murahnya harga gas. Harga gas alam Eropa sudah jatuh hampir 15% dalam sepekan terakhir.
Begitu juga dengan penurunan harga minyak mentah Brent dan WTI. Dolar yang lebih kuat dapat membebani permintaan minyak dengan membuat bahan bakar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya termasuk rupiah.
Turunnya permintaan terhadap batu bara hingga minyak mentah berpengaruh pada penurunan pengiriman di logistik.
Kemudian emiten di sektor transportasi terutama penerbangan yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan PT Air Asia Indonesia Tbk (CMPP). Dimana penurunan GIAA didorong oleh buruknya kinerja pada laporan keuangan kuartal I 2023. GIAA masih kembali membukukan kerugian. Rugi bersih GIAA mencapai US$ 110,13 juta per 31 Maret 2023. Nilai tersebut menyusut 50,97% YoY dari US$ 224,66 juta per 31 Maret 2022.
Sedangkan berbeda dengan CMPP, dimana CMPP berhasil membalikkan rugi menjadi laba pada kuartal I 2023.
CMPP mencetak laba bersih Rp20,64 miliar hingga 31 Maret 2023. Kinerja AirAsia melesat dibanding periode sama tahun sebelumnya yang merugi Rp503,55 miliar.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)