Ada Penyusup Demo di RUPST ADRO, Manajemen Buka Suara

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Jumat, 12/05/2023 12:59 WIB
Foto: Adaro Energy

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sempat di demo oleh segelintir oknum pemegang saham yang protes terhadap proyek PLTU Smelter aluminium di Kalimantan Utara. Dua orang pemuda protes di hadapan manajemen dan pemegang saham lainnya pada saat penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).

"Adaro menghargai kebebasan setiap orang untuk mengemukakan pendapatnya," respon Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/5).

Menurutnya, sejalan dengan transisi menuju ekonomi hijau dengan Pembangunan Energi Baru Terbarukan yang tengah gencar dilakukan oleh pemerintah, Adaro juga berkomitmen untuk berkontribusi dengan mengembangkan kegiatan usahanya di bidang mineral hijau dan energi terbarukan, serta sedang melakukan penilaian atas peluang terkait ekosistem baterai, baik di hilir maupun di hulu.


Sementara, Presiden Direktur Adaro Minerals Indonesia Christian Ariano Rachmat membantah perseroan melakukan greenwashing dari proyek smelter aluminium yang menggunakan pembangkit listrik batu bara di Kalimantan Utara (Kaltara).

Seperti diketahui, Adaro Energy sedang mencari pendanaan dari bank internasional untuk membiayai proyek aluminium senilai USD 2 miliar. Hal itu di protes oleh aktivis lingkungan

Greenwashing merupakan strategi pemasaran untuk mencitrakan perusahaan yang ramah lingkungan namun dianggap menipu pelanggan. Perusahaan mengkampanyekan produknya ramah lingkungan atau sekadar mengikuti tren.

Ia menjelaskan, perseroan akan bertransisi pada energi hijau. Terkait alasan bahan baku masih dari bati bara lantaran pembangkit hydronya baru jadi pada 2030 mendatang.

"Kita mau bilang kita bukan greenwashing, jelas-jelas kita bilang kok aluminium. Ini akan dibangun pembangkitnya dari batu bara, kenapa dari batu bara karena hydro baru jadi 2030," ujarnya dikutip Kamis (11/5).

Christian mengungkapkan, sebesar 75% dari smelter aluminium di dunia masih menggunakan pembangkit batu bara. Sisanya sebesar 25% memakai pembangkit listrik berbasis hydro atau air di Rusia, Kanada, dan Brasil.

"Kita suatu hari mau buat yang namanya green aluminium tapi butuh waktu untuk nyampe sana, sampai hydro kita jadi," tuturnya.

Menurutnya, smelter aluminium Adaro Minerals yang dibangun di Indonesia bertujuan agar tidak lagi mengimpor aluminium batangan (ingot). Pasalnya, saat ini Indonesia masih impor hampir 1 juta ton aluminium. Pembangunan proyek tersebut harapannya akan membantu ketergantungan impor.

"Kita nggak bohongin orang bilang bahwa ini green aluminium, akan green aluminium tapi ada stepnya," tegasnya.

Ia menyebut, kemampuan produksi aluminium dalam negeri nantinya bisa menghemat devisa impor yang menembus USD 2,5 miliar per tahunnya. Jika smelter tersebut sudah rampung, nantinya kebutuhan aluminium hingga 1 juta ton akan terpenuhi.

"Kita bukan gak mau green, kita mau green, pasti mau green tapi semua ada prosesnya," pungkasnya.


(rob/ayh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Akui Ada 36 Emiten Yang Berniat Buyback Saham Tanpa RUPS