
Nih! Bukti Terbaru Pengaruh Dolar AS di Dunia Kian Lemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang cadangan dunia, dolar Amerika Serikat (AS), kini menghadapi tekanan besar dari pasar global, setelah banyak negara mencoba mengurangi ketergantungannya atas greenback.
Fenomena dedolarisasi ini didorong oleh perubahan dinamika ekonomi global, termasuk sanksi AS untuk Rusia. Tren dedolarisasi diyakini dapat menguntungkan ekonomi lokal dalam beberapa cara.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan fakta fenomena 'buang dolar' alias dedolarisasi di kancah global yang semakin santer.
Perry, Mmngutip data Dana Moneter Internasional (IMF), menuturkan penggunaan dolar di dunia telah berkurang dari 70% menjadi 50% saat ini.
"Ini adalah diversifikasi currency yang mendukung mata uang lokal," papar Perry, Senin (8/5/2023).
Dikutip dari CNBC Internasional, data Komposisi Mata Uang Cadangan Devisa (COFER) IMF menunjukkan dolar AS menyumbang 58,36% dari cadangan devisa global pada kuartal keempat tahun lalu.
Di Indonesia, BI telah berkomitmen untuk meneruskan aksi buang dolar Amerika Serikat atau dedolarisasi guna memperkuat stabilitas rupiah. Bahkan, BI berencana untuk memperluas kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan hingga investasi dengan otoritas moneter di banyak negara.
Kerja sama itu diikat dalam perjanjian yang dipayungi oleh local currency transaction (LCT).
"BI terus memperluas kerjasama local currency transaction, selain dengan negara-negara ASEAN 5. Baik itu untuk transaksi perdagangan, investasi, maupun sistem pembayaran," jelas Perry.
Adanya kerja sama LCT tersebut, membuat Indonesia dengan negara mitra tidak perlu menggunakan dolar AS dalam bertransaksi, hanya perlu bertransaksi menggunakan kurs masing-masing negara.
LCT telah berjalan dengan beberapa negara, di antaranya Thailand, Malaysia, Singapura, serta Jepang, China, Korea Selatan. Ke depan penguatan transaksi mata uang lokal akan dilakukan dengan negara-negara kawasan ASEAN lainnya.
Perry menyebut, dengan semakin meluasnya transaksi menggunakan mata uang lokal, akan membuat stabilitas nilai tukar rupiah lebih terjaga.
Dikutip dari Global Times, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde mengingatkan bahwa AS memandang enteng fenomena ini, meskipun untuk saat ini posisinya tetap tidak tertandingi.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen juga mengakui bahwa sanksi ekonomi AS terhadap Rusia dan negara lain dapat melemahkan hegemoni dolar AS.
Padahal, sejak akhir Maret hingga awal April, perkembangan mata uang internasional ini telah menarik banyak perhatian. Adapun, China dan Brazil telah mencapai kesepakatan bahwa perdagangan bilateral dapat diselesaikan langsung dengan mata uang mereka sendiri dan melewati dolar AS.
Minggu ini, di Korea Selatan, pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral anggota ASEAN yang diadakan di Indonesia membahas bagaimana mengurangi ketergantungan transaksi keuangan pada dolar AS, euro, yen dan pound Inggris dan lebih banyak menggunakan mata uang lokal untuk penyelesaian transaksi di dalam kegiatan ekonomi.
Sementara itu, India dan Malaysia setuju untuk menggunakan rupee untuk penyelesaian transaksi perdagangan. Hal serupa juga ditetapkan India dan Arab Saudi dalam transaksi perdagangan minyak mentah.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gara-gara Ini, BI Getol Ajak Negara Lain untuk 'Buang Dolar'