
Harga Emas Lesu, Sahamnya di RI Malah Ada yang Naik Kencang

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pertambangan emas di Indonesia terpantau cenderung beragam pada perdagangan sesi I Senin (17/4/2023), di tengah lesunya kembali harga emas acuan dunia.
Berikut pergerakan saham emiten tambang emas pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Bumi Resources Minerals | BRMS | 165 | 1,85% |
Aneka Tambang | ANTM | 2.140 | 1,42% |
Wilton Makmur Indonesia | SQMI | 65 | 0,00% |
Archi Indonesia | ARCI | 350 | 0,00% |
Merdeka Copper Gold | MDKA | 4.260 | -1,39% |
J Resources Asia Pasifik | PSAB | 103 | -2,83% |
Sumber: RTI
Hingga pukul 10:07 WIB, saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) terpantau melesat masing-masing 1,85% dan 1,42%.
Sedangkan untuk saham PT Wilton Makmur Indonesia Tbk (SQMI) dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) cenderung stagnan.
Sementara untuk saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) terpantau merosot masing-masing 1,39% dan 2,83%.
Bervariasinya pergerakan saham pertambangan emas di RI pada pagi hari ini terjadi di tengah kembali lesunya harga emas dunia.
Pasar emas diproyeksi masih bergerak volatil pada pekan ini. Namun, harga emas diproyeksi sanggup bertahan di level US$ 2.000.
Pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu, emas ditutup anjlok 1,8% di posisi US$ 2.003,25 per troy ons.
Dalam sepekan, emas juga turun 0,25% atau berbanding terbalik dengan penguatan 2,04% pada pekan sebelumnya.
Harga emas masih terpantau melemah pada pagi hari ini. Per pukul 06:40 WIB, harga emas ada di posisi US$ 2.002,35 per troy ons. Harganya melandai 0,03%.
Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 3 April lalu atau dua pekan terakhir.
Phillip Streible, analis Blue Line Futures, memperkirakan emas akan melemah pada pekan ini menjelang "blackout period" pekan depan.
Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) akan menggelar rapat pada awal Mei mendatang sehingga pekan depan sudah masuk "blackout periode' di mana pasar tidak bisa mendapatkan sinyal kebijakan The Fed dari para pejabat mereka.
"Emas mungkin melemah tetapi akan stabil di harga US$ 2.000 per troy ons," tutur Streible, dikutip dari Reuters.
Sebelum memasuki "blackout period", beberapa pejabat The Fed akan menyampaikan pidato di sejumlah acara.
Pelaku pasar kini memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada Mei mendatang.
Survei dari CME FedWatch menunjukkan jika 80,2% kini bertaruh mengenai kenaikan suku bunga 25 bps. Angkanya naik 70% pada awal pekan lalu.
Kondisi ini membuat dolar AS menguat tajam pada akhir pekan lalu sehingga emas melemah.
Indeks dolar AS ditutup di posisi 101,552 pada Jumat pekan lalu, naik drastis dibandingkan hari sebelumnya yang tercatat 101,011.
Selain dolar AS yang menguat, analis UBS menjelaskan jika lonjakan emas pada pekan lalu membuat pembeli menahan diri. Emas sangat mahal sehingga malah kurang menarik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Masih Perkasa, Tapi Kok 6 Sahamnya di RI Loyo?