Investor Perlu Tahu Potensi Investasi Teknologi Hijau 2023

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
Rabu, 12/04/2023 14:54 WIB
Foto: Ilustrasi (Photo by Andreas Gücklhorn on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia- HSBC dalam laporan'#WhyESGMatters iklim di 2023' menyoroti pentingnya para stakeholder untuk lebih memperhatikan agenda iklim tahun ini dalam rangka membantu pencapaian Net Zero Emission (NZE).

Seperti diketahui, paradigma environmental, social, and governance (ESG) saat ini menjadi arus utama dan dapat digunakan untuk mendorong kinerja investasi yang lebih baik di banyak aspek.

Untuk itu, HSBC dalam laporan '#WhyESGMatters iklim di 2023' mengungkap kepada konsumen, investor, maupun stakeholder beberapa hal yang harus dicermati terkait ESG, salah satunya adalah peningkatan investasi dalam teknologi hijau.


HSBC memandang, konflik Rusia - Ukraina berimbas pada banyak hal, seperti bahan bakar fosil yang semakin menjadi fokus kebutuhan banyak negara, hingga menyebabkan masalah pasokan energi serta lonjakan harga di banyak negara, akan tetap menjadi tekanan tersendiri tahun ini.

"Kami memperkirakan tekanan ini akan tetap ada di tahun 2023, mengingat perlu waktu untuk membangun pilihan alternatif, seperti infrastruktur terbarukan," seperti tertulis pada laporan HSBC, dikutip Kamis (30/3/2023).

Secara khusus, pada 2023 HSBC memperkirakan harga minyak dan gas tetap tinggi seiring ketersediaan terus dibatasi oleh pembatasan pasokan Rusia. Akibatnya, banyak pihak menggunakan strategi dengan beralih menuju sumber energi alternatif untuk menjembatani kesenjangan atas absennya pasokan bahan bakar fosil Rusia.

Selain itu, besarnya keberadaan industri bahan bakar fosil dapat mengarah pada 2 kemungkinan sekaligus, yakni meningkatnya fokus banyak negara pada energi rendah emisi seperti gas alam, juga dalam waktu bersamaan dapat mengurangi kemungkinan komitmen untuk menghentikan bahan bakar fosil secara bertahap.

Dengan perkembangan tersebut, HSBC memperkirakan adanya peningkatan investasi ke efisiensi energi dan teknologi hijau untuk membantu menurunkan emisi dan meningkatkan ketahanan energi pada tahun 2023.

Oleh karenanya, investor harus mengetahui teknologi efisiensi yang dapat membantu dekarbonisasi industri dan mendukung ketahanan energi. Teknologi tersebut seperti; pertama, Hidrogen Hijau.

Hidrogen yang dihasilkan dari energi terbarukan dapat digunakan untuk dekarbonisasi berbagai 'sampah' industri, termasuk transportasi (khususnya truk), pembangkit listrik, dan bahan kimia.

Menurut Badan Energi Internasional, 6% pengurangan emisi kumulatif dapat dicapai dengan menggunakan bahan bakar berbasis hidrogen pada tahun 2021-2050. Hal ini jelas bisa berperan penting dalam mencapai emisi net - zero pada tahun 2050.

Lalu yang kedua adalah teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). CCS diketahui bisa menghilangkan COdari proses industri sebelum memasuki atmosfer. Saat ini, CCS menangkap sekitar 45 Mt COper tahun, dan berencana ditingkatkan menjadi lebih dari 220 Mt CO per tahun.

Diperkirakan momentum CCS meningkat di tahun mendatang, terutama setelah pengumuman UE baru-baru ini yang menyatakan penghapusan kredit karbon dan pencantumannya dalam target iklim UE.

Yang terakhir ada energi nuklir. Dalam teknologi yang satu ini, banyak negara sudah memperbarui kebijakan mereka di 2022 untuk mendukung investasi nuklir baru mengingat perang Rusia - Ukraina.

Jepang misalnya, mereka mengumumkan rencana untuk membangun reaktor nuklir baru dan memulai kembali pembangkit listrik yang tidak beroperasi. Lalu Prancis mengatakan akan membangun enam reaktor nuklir besar dan kemungkinan membangun delapan lagi pada 2050.

Sedangkan Uni Eropa merevisi klasifikasi énergi nuklirnya sebagai aktivitas hijau yang dapat mempengaruhi sikap negara lain terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir.

Sebagai informasi, dalam hal pembiayaan berkelanjutan HSBC mendukung NZE sesuai aspek ESG. HSBC sejauh ini telah mengalokasikan US$ 750 miliar sampai dengan US$ 1 triliun dalam pembiayaan investasi berkelanjutan hingga 2030, untuk mendukung klien HSBC menjalankan bisnis mereka yang lebih ramah ESG di masa depan.

Selain itu, HSBC bersama sekitar 115 bank global dari 41 negara juga bekerja sama membentuk Net-Zero Banking Alliance. Aliansi ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan pembiayaan hijau.


(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:

Ramal Nasib Rupiah-Pasar SBN Saat Perang Memanas & Bunga Ditahan