Aturan Dolar Eksportir Tak Kunjung Terbit, Pemerintah Takut?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Senin, 10/04/2023 15:35 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang devisa hasil ekspor tak kunjung terbit. Padahal pembahasan sudah mulai sejak akhir tahun lalu.

Beredar kabar, bahwa pemerintah mendapat tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan agar revisi aturan tersebut dibatalkan. Pembahasan antar Kementerian Lembaga (KL) yang terlibat di regulasi ini juga cukup alot. 


Saat dikonfirmasi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan aturan itu kini tengah disirkulasi di kementerian atau lembaga terkait, hingga nantinya ditandatangani Presiden Joko Widodo. Namun, hingga saat ini belum sampai ke meja Jokowi.

"Belum (sampai ke Presiden), masih bersirkulasi dengan menteri. Sedang sirkulasi," kata Airlangga saat ditemui di Kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023).

Dengan informasi terbaru ini, rilis aturan DHE dipastikan molor dari semula Maret, menjadi April 2023. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya memastikan aturan itu terbit pada Februari 2023.

Airlangga hanya bisa memastikan, aturan terbaru yang akan mempertegas pengelolaan dan regulasi dolar para eksportir itu akan selesai sebelum lebaran nanti. Hal itu diutarakannya saat ditemui di Istana Negara, Selasa (28/3/2023).

"Dalam waktu dekat kita akan realisasi, Insya Allah sebelum Lebaran kita bisa selesaikan," kata Airlangga.

Ketidakpastian hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 aturan pengelolaan itu sebetulnya berisiko mengganggu likuiditas dolar eksportir.

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan bahwa aturan PP ini harus segera difinalisasi untuk memberikan kepastian dari sisi likuiditas valas kepada eksportir.

"Tentunya eksportir bisa melakukan perencanaan bisnis ke depan. Itu yang penting dari sisi likuiditas valasnya," papar Irman dalam Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Selasa (7/3/2023).

Selain itu, dia menegaskan dengan kepastian revisi PP tersebut, maka eksportir bisa mengatur keuangannya. Pasalnya, simpanan valas eksportir dari margin ekspor juga digunakan untuk membayar utang ataupun penunjang produksi, jika bahan bakunya melalui impor.

Irman pun memperkirakan bahwa simpanan valas yang bisa disimpan eksportir hanya sekitar 30%, sisanya dibayarkan untuk utang dan kebutuhan lainnya. Saat ini, minat perbankan di Tanah Air untuk Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE) yang dikeluarkan BI dan pemerintah belum maksimal. Dari TD valas BI, minatnya masih menumpuk di tenor 1 bulan, nilai totalnya sekitar US$ 15 juta dengan bunga sekitar 4,9% sampai 5,2%.

"Artinya ada faktor yang dilihat eksportir, ada yang ditunggu, kalau kami melihatnya karena receipt yang diterima eksportir adalah beban," ujarnya. Dengan kata lain, eksportir masih melihat ada perbedaan timeline antara kebutuhan mereka dengan tenor yang ditawarkan.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Rupiah Belum Menguat Seperti Mata Uang Lain, Ini Kata Ekonom