
Pekan Penentuan Bagi Emas, Tapi Sahamnya di RI Malah Loyo

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pertambangan emas di Indonesia secara mayoritas terkoreksi pada perdagangan sesi I Senin (10/4/2023), di tengah ekspektasi melandainya harga emas acuan dunia pada pekan ini.
Hingga pukul 10:32 WIB, dari enam saham emiten pertambangan emas RI, hanya satu yang masih mampu menguat pada pagi hari ini.
Berikut pergerakan saham emiten tambang emas pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Bumi Resources Minerals | BRMS | 162 | -3,57% |
Archi Indonesia | ARCI | 342 | -2,84% |
J Resources Asia Pasifik | PSAB | 101 | -1,94% |
Aneka Tambang | ANTM | 2.060 | -1,90% |
Merdeka Copper Gold | MDKA | 4.090 | -1,68% |
Wilton Makmur Indonesia | SQMI | 65 | 1,56% |
Sumber: RTI
Saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) memimpin koreksi saham pertambangan emas di RI, di mana saham BRMS ambles 3,57% ke posisi harga Rp 162/saham.
Sedangkan untuk saham pertambangan emas raksasa yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) juga merosot masing-masing 1,9% dan 1,68%.
Hanya saham PT Wilton Makmur Indonesia yang menguat pada pagi hari ini, yakni melesat 1,56% ke posisi Rp 65/saham.
Pasar emas akan menghadapi sejumlah tantangan besar pada pekan ini. Harga emas pun terancam turun ke bawah US$ 2.000.
Pada penutupan perdagangan terakhir pekan lalu, yakni Kamis lalu, emas ditutup turun tipis 0,061% di posisi US$ 2.008,02 per troy ons.
Pelemahan ini memutus tren positif emas yang menguat dalam tiga hari perdagangan sebelumnya. Kendati melemah, harga emas masih tetap melesat 2,04% dalam sepekan terakhir.
Harga emas masih melemah pada pagi hari ini. Per pukul 06:00 WIB, harga emas ada di posisi US$ 2.005 per troy ons. Harganya melandai 0,15%.
Data-data penting dari Amerika Serikat (AS) akan keluar pada pekan ini. Belum lagi, ada pejabat bank sentral AS (Federal Reserve (The Fed) yang dijadwalkan akan menyampaikan pernyataan atau pidato pada pekan ini.
Data dan pernyataan The Fed tentu saja akan sangat menggerakkan harga emas. Terlebih, pasar tengah menunggu sinyal kebijakan The Fed setelah data tenaga kerja keluar pekan lalu.
Data terpenting pekan ini adalah rilis inflasi AS untuk Maret yang akan keluar pada Rabu mendatang.
Inflasi AS melandai ke 6% (year-on-year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari. Pasar berekspektasi inflasi AS akan melandai ke 5,2-5,4% pada Maret.
Inflasi adalah salah satu pertimbangan utama The Fed dalam menentukan suku bunga pada Mei mendatang. Jika inflasi masih membandel, bukan tidak mungkin The Fed akan tetap hawkish.
Di lain sisi, kenaikan suku bunga akan melambungkan dolar AS dan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS. Keduanya berdampak negatif ke emas.
Dolar yang melambung membuat emas semakin tidak terjangkau. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil atau yield sehingga jika imbal hasil surat utang naik maka emas makin tersingkir.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Masih Perkasa, Tapi Kok 6 Sahamnya di RI Loyo?