Harga Naik Tipis, Produsen Batu Bara Ungkap 3 Tantangan Ini

rah, CNBC Indonesia
03 April 2023 11:29
Industri pertambangan merupakan dunia kerja yang identik dengan karakter maskulin dan secara alamiah pekerjanya lebih cocok untuk kaum laki-laki. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Industri pertambangan merupakan dunia kerja yang identik dengan karakter maskulin dan secara alamiah pekerjanya lebih cocok untuk kaum laki-laki. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produsen batu bara mengungkapkan tantangan yang dihadapi tantangan yang berpotensi dihadapi tahun ini. Dari sisi harga, emas hitam ini masih menguat di akhir pekan lalu, dan diproyeksikan menguat tipis ke depannya.

Secara keseluruhan, harga batu bara menguat 0,34% dan memperpanjang tren positif dari pekan sebelumnya dengan penguatan 9,88%. Pada perdagangan Jumat (31/3/2023), harga batu bara kontrak April di pasar ICE Newcastle ditutup 2,93% ke posisi US$ 193 per ton.

Dari sisi produsen mengungkapkan market batu bara masih menjadi tantangan tahun ini, di tengah tingginya permintaan dari China dan India. Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan ada tiga hal yang dicermati tahun ini, yakni pasar, harga batu bara, dan biaya bahan bakar.

Tahun lalu, produsen batu bara terbesar ini menghadapi tantangan curah hujan tinggi yang mempengaruhi proses produksi. Kenaikan harga bahan bakar membuat biaya produksi naik sepanjang 2022, menjadi US$ 46,9 per ton.

"Curah hujan sudah lebih baik, tapi pasar malah turbulensi. Ini terlihat dari guideline kami. Kami akan meninjau kembali di kuartal berikutnya, sesuai dengan perkembangan pasar dan sektor ini (batu bara)," kata Dileep kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Sepanjang 2022 perusahaan menghadapi tantangan 'unik' yakni hujan lebat terus menerus sejak akhir 2021. Krisis energi dan konflik geopolitik pun menurutnya menjadi perhatian, karena berpotensi pada berlanjutnya gejolak ekonomi.

Selain itu, tarif royalti untuk KPC dan Arutmin meningkat menjadi 14% (domestik), hingga 28% untuk ekspor dengan harga batu bara di atas US$ 100 per ton. Di sisi lain, penjualan batu bara Grup BUMI turun 12% dari semula 79 juta ton pada 2021, menjadi 69,4 juta ton di 2022. Rinciannya, penjualan KPC turun 15% menjadi 48,2 juta ton, dan Arutmin menjadi 21,2 juta ton, turun 4%.

Sementara itu, batu bara yang ditambang sepanjang tahun lalu pun menjadi 71,9 juta ton, karena turunnya produksi Arutmin dan KPC.

"Penyebab utama adalah La Nina atau hujan terus-menerus sepanjang tahun yang mempengaruhi output sebesar 9% atau 7 juta ton," ujarnya.

Tahun ini BUMI menargetkan produksi batu bara di kisaran 75-80 juta ton, dengan kisaran harga US$ 100-105 per ton. Dileep menegaskan sebagian produksi batu bara perusahaan difokuskan untuk suplai domestik terutama untuk PLN, dan 25% untuk ekspor.

Dileep juga mengungkapkan Decarbonisation Strategic Framework menjadi salah satu upaya mengatasi masalah perubahan iklim dan emisi oleh grup BUMI. Rencana ini pun sedang dipersiapkan untuk diterapkan dalam jangka menengah.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pamor Batu Bara Berlanjut, Saham BUMI 'Terbang' Sepekan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular