
Data Tenaga Kerja Hingga Inflasi RI Jadi Fokus Pekan Depan

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak sangat volatil pada pekan ini. Pada perdagangan terakhir pekan ini, yakni Jumat (31/3/2023), IHSG ditutup turun tipis di posisi 6805,28.
Kendati melemah pada perdagangan terakhir, secara keseluruhan, IHSG masih menguat tipis 0,64% sepanjang pekan ini.
Sementara itu untuk rupiah justru menguat tajam sepanjang pekan ini. Dalam sepekan rupiah menguat sebesar 1,07%. Bahkan, rupiah selalu menguat dan tidak sekalipun takluk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Artinya, mata uang Garuda sudah menang melawan dolar AS selama tiga pekan beruntun.
Pada perdagangan Jumat pekan ini, rupiah ditutup di posisi Rp 14.990/US$, di pasarspot atau menguat 0,37%.
Kinerja impresif rupiah salah satunya ditopang oleh ambruknya dolar AS akibat dari krisis perbankan AS.
Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank membuat pelaku pasar khawatir. Krisis bahkan membuat perbankan Eropa ikut gonjang-ganjing yang memberikan keuntungan bagi rupiah.
Sebagai imbas dari krisis perbankan, pasar kini memproyeksi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tidak akan agresif lagi.
The Fed memang masih mengerek sukiu bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,75-5,0% pada 20-21 Maret lalu. Namun, pasar optimis jika The Fed akan segera melunak.
Survei CME FedWatch menunjukkan pasar kini bertaruh 50-50% jika The Fed akan mempertahankan suku bunganya pada pertemuan Mei mendatang.
Ekspektasi pasar tersebut membuat dolar AS melemah. Indeks dolar pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (31/3/2023) ditutup di posisi 102,51. Indeks turun 0,59% dalam sepekan.
Ekspektasi akan melunaknya The Fed juga membuat aliran modal asing masuk dengan deras ke pasar keuangan Indonesia.
Data Bank Indonesia (BI) berdasarkan transaksi 27-30 Maret 2023 menunjukkan investor asing mencatat net buy sebesar Rp 10,97 triliun.
Net buy di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 8,37 triliun, sementara di pasar saham menyentuh Rp 2,6 triliun. Dari awal tahun hingga 30 Maret 2023, net buy investor asing tercatat Rp 54,11 triliun.
Setelah pada pekan ini menjadi nasib beruntung bagi rupiah dan masih belum terlalu berdampak kepada IHSG, bagaimana sentimen pekan depan? Apakah akan mendongkrak rupiah dan IHSG?
Untuk sentimen pekan depan, pasar akan kembali memantau perkembangan dari data tenaga kerja AS, di mana pada pekan depan, beberapa data seperti pembukaan kerja JOLTS, data penggajian non pertanian (non-farming payroll/NFP), dan tentunya klaim mingguan akan dirilis.
Pelaku pasar akan memantaunya dengan ketat, di mana data tenaga kerja tersebut akan menjadi penentu apakah The Fed sudah perlu bersikap dovish dengan memangkas suku bunga atau justru masih akan bersikap hawkish.
Selain dari sisi tenaga kerja, data aktivitas manufaktur dan jasa di AS juga akan dirilis pekan depan, di mana data manufaktur dan jasa versi ISM akan dirilis pada pekan depan. Data ini juga akan dipantau oleh pasar karena dengan agresifnya The Fed, apakah sektor manufaktur di AS masih terdampak atau tidak.
Selain dari AS, rilis beberapa data ekonomi dari China juga patut dicermati oleh pasar pada pekan depan, seperti data aktivitas manufaktur China versi Caixin.
Pada pekan ini, data aktivitas manufaktur versi pemerintah (NBS) tercatat melandai ke angka 51,9, pada Maret lalu, dari sebelumnya di angka 52,6 pada Februari lalu. Meski melandai, tetapi manufaktur China masih berada di zona ekspansif.
Data ekonomi China juga akan dipantau oleh pasar, terutama di kawasan Asia-Pasifik, mengingat saat ini pemulihan ekonomi China masih berlangsung.
