Sentimen Pasar Pekan Depan

Inflasi Bakal Jadi Perhatian Pekan Depan, Pasar Gejolak Lagi?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
26 February 2023 20:00
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan di Indonesia pada pekan ini cenderung kurang menggembirakan, karena pasar kembali khawatir dengan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) yang masih hawkish dalam beberapa bulan ke depan.

Melansir data Refinitiv, dalam sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melemah 0,57% dan ditutup di level 6.856,58. Pada pekan ini, IHSG masih cenderung bertahan di level psikologis 6.800.

Dalam lima hari perdagangan pada pekan ini, IHSG hanya menguat pada perdagangan Kamis dan Jumat, sedangkan sisanya melemah. Bahkan pada perdagangan Rabu pekan ini, IHSG sempat ambles nyaris 1%.

Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Data pasar menunjukkan investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih senilai Rp 303,2 miliar di seluruh pasar sepanjang pekan ini.

Sedangkan rupiah juga bernasib sama yakni tak kuat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Rupiah melemah 0,13% secara point-to-point (ptp) ke posisi Rp 15.220/US$.

IHSG dan rupiah yang cenderung kurang menggembirakan salah satunya disebabkan oleh investor yang khawatir akan resesi global akibat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih hawkish.

Pejabat The Fed pada risalah pertemuan terbaru mereka mengindikasikan bahwa bakal ada kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Risalah rapat menyatakan ada tanda-tanda inflasi turun, tetapi tidak cukup untuk mengimbangi kebutuhan kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Beberapa anggota mengatakan bahwa mereka menginginkan kenaikan setengah poin, atau 50 basis poin (bp). Kenaikan sebesar itu akan menunjukkan tekad yang lebih besar untuk menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.

"Inflasi tetap jauh di atas target The Fed di 2% karena pasar tenaga kerja yang tetap sangat ketat, berkontribusi pada tekanan kenaikan yang terus berlanjut pada upah dan harga," terang risalah tersebut.

Di lain sisi, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mencatat surplus transaksi berjalan tahun 2022 naik signifikan mencapai 13,2 miliar dolar AS atau 1,0% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka surplus ini lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus tahun 2021 sebesar 3,5 miliar dolar AS atau 0,3% dari PDB.

Bank IndonesiaFoto: Ist
Bank Indonesia

Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono mengungkapkan kinerja tersebut terutama didukung oleh peningkatan ekspor sejalan dengan harga komoditas global yang masih tinggi dan permintaan atas komoditas Indonesia yang tetap baik, di tengah impor yang juga meningkat seiring perbaikan ekonomi domestik.

NPI secara keseluruhan tahun 2022 kembali membukukan surplus sebesar 4,0 miliar dolar AS, setelah pada tahun sebelumnya mencatat surplus 13,5 miliar dolar AS.

Sejalan dengan ini, Transaksi berjalan pada akhir triwulan IV juga kembali mencatat surplus sebesar 4,3 miliar dolar AS atau 1,3% dari PDB, tetapi capaian surplus sedikit melambat pada triwulan sebelumnya sebesar 4,5 miliar dolar AS atau 1,3% dari PDB.

Penguatan rupiah tidak terlalu besar sebab meski transaksi berjalan surplus yang ditopang oleh neraca perdagangan yang surplus 33 bulan beruntun, tetapi devisa hasil ekspor (DHE) tidak berada di dalam negeri. Artinya, di atas kertas surplus, tetapi duitnya di luar negeri.

Lalu apa sentimen pekan depan yang perlu dicermati oleh pasar?

Pada pekan depan, pasar masih akan mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih akan tetap mempertahankan hawkish hingga beberapa bulan kedepan.

Bahkan, para pejabat mayoritas menginginkan kenaikan setengah poin persentase lagi dalam pertemuan mendatang, karena turunnya laju kenaikan suku bunga saat ini cenderung akan sulit untuk menurunkan inflasi.

Dengan nada tersebut, maka pelaku pasar kembali khawatir bahwa resesi bakal terjadi di AS, apalagi data tenaga kerja masih cukup kuat.

Kemudian, investor akan memantau serangkaian rilis data ekonomi dan agenda penting di global pada pekan depan.

Untuk perdagangan Senin pekan depan, investor akan memantau beberapa rilis data di Eropa, mulai dari indeks sentimen ekonomi, industrial sentimen, dan indeks keyakinan konsumen (IKK).

Berikutnya pada Selasa, investor akan memantau rilis data penjualan ritel Jepang dan Australia. Kemudian ada rilis data harga rumah di AS dan indeks keyakinan konsumen AS versi Conference Board (CB).

Selanjutnya pada Rabu, dari global ada data pertumbuhan ekonomi Australia pada periode kuartal IV-2022, PMI manufaktur di Jepang, China, Eropa, dan AS.

Pada Kamis, ada rilis data inflasi Eropa periode Februari 2023, data tingkat pengangguran Eropa periode Januari 2023, dan rapat kebijakan moneter bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB).

Terakhir pada Jumat, ada rilis data tingkat pengangguran Jepang periode Januari 2023, PMI jasa di Jepang, China, Australia, Eropa, dan AS.

Sementara di dalam negeri, investor akan memantau rilis data inflasi periode Februari 2023. Berdasarkan konsensus pasar dalam polling Trading Economics, inflasi di RI pada bulan lalu diprediksi turun menjadi 5,3% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi RI bulan lalu diprediksi juga turun menjadi 0,3%, dari sebelumnya tumbuh 0,34% pada Januari lalu.

Adapun inflasi inti RI pada bulan lalu juga diprediksi melandai menjadi 3,2% (yoy), dari sebelumnya sebesar 3,27%.

Tak hanya data inflasi, investor juga akan memantau rilis data aktivitas manufaktur Indonesia, yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) periode Februari 2023.

Pasar memperkirakan sektor manufaktur di RI makin bergeliat yakni naik menjadi 51,8, dari sebelumnya pada Januari lalu di angka 51,3.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.

Selain itu, investor di dalam negeri juga perlu memperhatikan sejumlah agenda penting ekonomi minggu depan yang bisa menggerakan pasar. Salah satunya adalah CNBC Indonesia Economic Outlook 2023 yang akan digelar pada Selasa mendatang.

Acara tersebut akan dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, hingga  Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Menarik dicermati apa saja kebijakan yang akan disampaikan di bidang fiskal dan moneter para pemangku kepentingan di acara tersebut.

Termasuk di dalamnya adalah kebijakan suku bunga, pertumbuan kredit, mobil listrik, hilirisasi, hingga kebijakan fiskal terkait BBM dan belanja pemerintah.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular