Nah Lho! 1% Nasabah Jiwasraya Tolak Penyelamatan, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Masih ada 1% nasabah PT Asuransi Jiwasraya yang menolak restrukturisasi. Mereka yang menolak terdiri dari nasabah bancassurance dan pensiunan BUMN.
Di antaranya, adalah program bancassurance yang memiliki pendanaan liabilitas yang terbesar di antara program asuransi yang lain. Sebagian besar terdiri dari para pensiunan. Begitu diungkapkan salah satu nasabah bancassurance Harry Kurniawan baru-baru ini.
Ia berpendapat bahwa seharusnya bank-bank penyalur dapat bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah nasabah. Sebab pihak bank berperan sebagai penyedia platform bagi Jiwasraya sebagai penyedia asuransi.
"Sebenarnya bank tidak bisa hanya lepas dengan berkata itu hanya produk dari Jiwasraya. Tidak bisa. Karena bank adalah penyedia platform," kata Harry kepada CNBC Indonesia.
Ia mengibaratkannya dengan e-commerce. Bila toko yang menyediakan produk ternyata menipu, e-commerce seharusnya melakukan konfirmasi kepada pelanggan apakah produk sudah diterima atau belum. Jika penyedia produk ternyata menipu, kata Harry, e-commerce juga turut bertanggung jawab pada masalah ini.
Hal ini sebagaimana tertulis dalam undang-undang perlindungan, pelaku usaha bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan dari barang atau jasa yang diperdagangkan. Dalam hal ini, ada kerja sama antara pihak perbankan dengan PT Asuransi Jiwasraya.
"Sebenarnya solusi bagi pemerintah mudah. Ajak pihak bank ini untuk bersama-sama tanggung jawab sebagai pelaku usaha," kata Harry.
Ini juga dapat menyelamatkan citra dari pihak perbankan itu sendiri. Bahwa pihak bank bertanggung jawab atas produk yang diperdagangkan.
"Karena yang terjadi saat ini adalah bank berusaha cuci tangan. Ini citra jelek buat bank. Tidak hanya bank yang menjual [asuransi Jiwasraya] ini loh. Tetapi untuk bank-bank yang lain sekarang orang jadi beranggapan bank ini enggak akan tanggung jawab dari program yang dia jual," pungkasnya.
Diketahui, terdapat 99% pemegang polis yang bisa menerima pembayaran polis mereka melalui holding asuransi yang ditunjuk pemerintah yaitu IFG Life. Proses restrukturisasi ini dimungkinkan dengan suntikan dana melalui penyertaan modal negara (PNM).
Sementara itu, masih terdapat dana sitaan Kejaksaan Agung dalam kasus Jiwasraya yang baru-baru ini diserahkan pada Kementerian BUMN yang nilainya mencapai Rp 3,1 triliun. Besaran dana sitaan tersebut dinilai lebih dari cukup untuk penyelesaian nasabah yang menolak restrukturisasi.
Sebelumnya, Direktur Utama IFG Life Robertus Bilitea mengatakan ada suntikan uang PMN sebesar Rp 20 triliun untuk mengembalikan kerugian kasus Jiwasraya. Ia juga mengungkapkan hal yang sama, yakni sebesar 99% pemegang polis setuju untuk restrukturisasi, yang artinya mereka bersedia untuk mengurangi tagihan kepada Jiwasraya dan tunduk pada polis-polis baru.
"Dari sana kemudian kami bersama-sama, Jiwasraya dan IFG Life, memindahkan pemegang polis ini ke IFG Life. Pemindahan ini sudah meng-agregat portfolio 80% lebih. Sesuai dengan pendanaan yang diterima IFG baik lewat pemerintah sebagai pemegang saham PNM Rp20 triliun, dan dari kami holding sebesar Rp6,7 triliun," jelasnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI Komisi VI, Senin (30/1/2023) lalu.
Harry mengatakan nasabah yang menolak restrukturisasi meminta pemerintah serta PT Asuransi Jiwasraya dan IFG Life untuk bertanggung jawab dengan menegakkan beberapa peraturan. Antara lain, aturan POJK 69/2016 Pls 60-63, di mana nasabah yang menolak proposal restrukturisasi wajib dibayarkan haknya dalam kurun waktu maksimum 3 bulan setelah proposal disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kemudian, UU no. 40 tahun 2014 Pasal 126, yang menetapkan pengalihan aset sengketa oleh perusahaan tanpa penyelesaian sengketanya terlebih dahulu sehingga menimbulkan kerugian pihak-pihak lain adalah pelanggaran undang-undang.
"Asset bersengketa tidak bisa diklaim sbg aset yang clean & clear. Karenanya asset bersengketa tersebut tidak bisa dipindahkan tanpa penyelesaian sengketanya terlebih dahulu kepada 1% nasabah yang menolak proposal restrukturisasi," ujar Harry.
Kemudian KUH Perdata 1338 Ayat 1, 2 dan 3, yang mengatur bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang terlibat dan tidak bisa diganti atau diubah secara sepihak. Dalam hal ini, oleh pihak PT Asuransi Jiwasraya.
[Gambas:Video CNBC]
Duh! Jiwasraya Butuh Rp 7,5 T Nih, Buat Apa Ya?
(Zefanya Aprilia/ayh)