
Dibuka Ngegas, IHSG Ditutup Jeblok! Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan sesi II hari ini (15/3/23) berbalik arah dan berakhir di 6.628,13 atau terkoreksi 0,21% secara harian.
Terdapat 320 saham turun, sebanyak 232 saham naik dan 195 lainnya stagnan alias tidak berubah. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi sekitar Rp 12,67 triliun dengan melibatkan 17,35 miliar saham.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv, delapan dari total sektor melemah dengan sektor utilitas memimpin pelemahan sebesar 2,58%. Hanya sektor real estate dan finansial yang menguat masing-masing sebesar 0,64% dan 0,01%.
Hari ini IHSG bergerak fluktuatif dimana indeks dibuka menguat namun secara berkala turun hingga ditutup koreksi. Perdagangan sore ini sekaligus melanjutkan penurunan perdagangan sebelumnya. Sebagai catatan, kemarin (14/3/23) IHSG ditutup turun tajam 2,14%. Dalam lima hari perdagangan, gap koreksi semakin lebar menjadi 2,19%. Lalu, sejak awal tahun, IHSG masih membukukan pelemahan 3,25% (year to date).
Kembali lesunya ekuitas tanah air tak lepas dari pelemahan mayoritas saham-saham besar. Semen Indonesia longsor 6,08% atau setara 3,08 indeks poin, membebani IHSG paling besar. Disusul Indocement Tunggal Prakarsa yang turun tajam 6,82% dan Indofood CBP Sukses Makmur merosot 3,37%. Berikutnya, Sarana Menara Nusantara melorot 3,66% sementara Perusahaan Gas Negara tenggelam 4,08%.
Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (15/3) sekitar pukul 11.00 WIB, mencatat, neraca perdagangan Indonesia tetap mengalami surplus pada Februari 2023. Surplus tercatat sebesar US$5,48 miliar. Surplus ini disebabkan ekspor yang lebih tinggi yakni US$ 21.40 miliar, sementara itu impor hanya US$ 15,92 miliar.
Surplus tersebut tercatat lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya sebesar US$ 3,87 miliar.
Angka surplus ini berada di atas konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga. Konsensus ekonom memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2023 sebesar US$ 3,2 miliar.
Surplus Februari ini sekaligus memantapkan rekor surplus 34 bulan beruntun sejak Mei 2021.
Sektor keuangan pada bursa saham Indonesia yang ambles pada perdagangan Selasa kemarin juga rebound pada hari ini. Pemerintah maupun OJK sudah memastikan bahwa sistem perbankan nasional kuat meski ada krisis SVB dan Signature Bank di AS.
Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan bahwa bank dengan skala apapun bisa menimbulkan gelombang kepanikan yang berujung krisis.
Inflasi AS yang melandai menjadi 6% pada Februari 2023 diperkirakan akan membuat The Fed melunak. Inflasi yang masih jauh dari target The Fed di kisaran 2% ini akan menjadi modal positif bagi pergerakan pasar hari ini.
Pasar kini berekspektasi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada pekan depan. Namun, dengan inflasi yang melandai dan krisis SVB, agresivitas The Fed diproyeksi berkurang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(Muhammad Azwar/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat