Capek Menanjak, Harga CPO Hari Ini Mulai Turun

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
03 March 2023 10:00
Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)
Foto: Ilustrasi Kelapa Sawit (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange terpantau melemah tipis di sesi awal perdagangan jelang akhir pekan Jumat (3/3/2023), memutus kinerja impresifnya dalam dua hari perdagangan terakhir. Pelemahan justru terjadi di tengah banjir sentimen positif.

Melansir Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan melemah tipis 0,07% ke MYR 4.291 per ton pada pukul 09.30 WIB. Kendati melemah, harga CPO masih bergerak di level tertingginya dalam dua bulan terakhir. Harga CPO juga masih bertahan di zona psikologis MYR 4.200-an per ton.

Pada perdagangan kemarin, Kamis (3/3/2023) harga CPO juga sudah ditutup ke posisi MYR 4.294 per ton, melesat 2,68%. Lonjakan harga pada Kamis melanjutkan kenaikan harga pada Rabu. Dalam dua hari tersebut, harga CPO melesat 3,7%.

 

Melemahnya harga CPO terjadi saat banyaknya sentimen positif mulai dari implementasi B35 di Indonesia sehingga permintaan dalam negeri bakal terus meningkat, optimisme permintaan China karena angin segar dari pemulihan ekonominya, kekhawatiran cuaca, hingga kenaikan Domestic Market Obligatin/DMO.

"Kenaikan harga CPO ini dipicu oleh beberapa hal diantaranya implementasi B35, kenaikan DMO, optimisme permintaan China, serta kekhawatiran cuaca buruk dalam beberapa hari terakhir," ungkap Industry & Regional Analyst Bank Mandiri, Abrar Aulia, kepada CNBC Indonesia.

Maka dari itu, harga CPO masih berpeluang untuk menguat. Koreksi tipis merupakan hal wajar setelah pada perdagangan kemarin ditutup melesat di atas 2%.

Dari dalam negeri seperti diketahui bahwa implementasi B35 merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk mengatasi krisis iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.

Langkah tersebut merupakan percepatan energi yang inklusif, bersih, berkelanjutan dan mendorong investasi untuk mencapai Net Zero Emission

Sementara itu, Pemerintah 'membekukan' sebagian hak ekspor yang dimiliki eksportir CPO. Kebijakan tersebut diambil sebagai respons atas kelangkaan MinyaKita dan harganya yang cenderung mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.

Di sisi lain, Indonesia sebagai pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, berencana untuk mewajibkan ekspor minyak sawit melalui bursa berjangka untuk menciptakan harga patokan negara sendiri, kata kepala regulator komoditas berjangka.

Tak kalah pentingnya sinyal positif dari Negeri Tirai Bambu yang mengisyaratkan bahwa ekonominya siap 'mengaum' pasca tertekan akibat Covid-19.

Ini ditandai dengan lonjakan pada data manufaktur di China mendorong prospek permintaan bahan bakar global, menjadikan kelapa sawit pilihan yang lebih menarik untuk bahan baku biodiesel.

Sementara indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur resmi China naik menjadi 52,6 bulan lalu dari 50,1 pada Januari, survei sektor swasta juga menunjukkan aktivitas meningkat untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan.

Lonjakan PMI China memberikan keyakinan akan pemulihan ekonomi Tiongkok lebih kuat dari yang diharapkan. Kondisi ini tentu mendukung prospek permintaan CPO yang lebih optimis.

China merupakan konsumen CPO dunia terbesar setelah India. Bahkan, jika melansir data dari UN Comtrade, China merupakan konsumen terbesar kedua untuk CPO Indonesia pada periode 2016-2020, di mana kontribusi impornya sebanyak 14% dari total impor CPO Indonesia.

Di sisi lai, Lebih dari 27.000 korban banjir di seluruh Malaysia telah dievakuasi karena hujan lebat selama berbulan-bulan terus melanda negara tersebut.

Banjir di Malaysia dan Indonesia telah menciptakan masalah dengan kualitas minyak sawit mentah dan mengganggu pasokan di tengah permintaan yang stabil dari pasar utama India dan Eropa, kata Mitesh Saiya, manajer perdagangan di perusahaan Kantilal Laxmichand & Co yang berbasis di Mumbai.

"Ada juga kekhawatiran tentang pengiriman minyak bunga matahari dari Ukraina karena koridor biji-bijian Laut Hitam bermasalah," ungkap pemerintah Malaysia dikutip Reuters.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dunia Tak Baik-Baik Saja! Harga CPO Merana, Anjlok 5%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular