
Bursa Asia Menghijau, Sayang IHSG-Shanghai Gak Ikutan

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup menguat pada perdagangan Kamis (16/2/2023), di tengah sikap investor yang masih mencerna beberapa rilis data ekonomi penting di global.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menanjak 0,71% ke posisi 27.696,4, Hang Seng Hong Kong melesat 0,84% ke 20.987,67, Straits Times Singapura melonjak 0,93% ke 3.311,23, ASX 200 Australia terapresiasi 0,79% ke 7.410,3, dan KOSPI Korea Selatan melejit 1,96% menjadi 2.475,48.
Namun, untuk indeks Shanghai Composite China ditutup merosot 0,96% ke 3.249,03 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,27% menjadi 6.895,66.
Dari Jepang, defisit neraca perdagangan kembali meningkat pada Januari lalu, yakni menjadi 3,5 triliun yen, naik 59% dibandingkan dengan 2,2 triliun yen yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu.
Hal ini menjadi angka defisit di atas 3 triliun yen pertama kalinya sejak akhir tahun 1970an. Defisit ini jauh melebihi rekor sebelumnya, meskipun lebih kecil dari perkiraan para analis.
Sementara itu, ekspor Jepang naik 3,5% secara tahunan (year-on-year/yoy)pada Januari lalu, lebih rendah dari Desember 2022 sebesar 11,5%. Sedangkan impor tumbuh 17,8% bulan lalu, juga lebih rendah sedikit dari Desember 2022 sebesar 20,7%.
Rekor defisit ini membayangi perekonomian Jepang di tengah upaya mendapatkan momentum pemulihan dan penantian pengganti gubernur bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang baru.
Meskipun faktor-faktor insidentil berkontribusi pada defisit, pemerintah dan BoJ perlu mengawasi seberapa besar perlambatan pertumbuhan terjadi di luar negeri.
Kepala ekonom Norinchukin Research Institute, Takeshi Minami mengatakan ekspor Jepang sepertinya tidak akan menunjukkan peningkatan yang kuat sehingga perekonomian secara keseluruhan mungkin akan terus mengalami perlambatan pemulihan.
"Hal ini akan menambah beban BOJ ketika mereka mempertimbangkan normalisasi," ungkapnya.
Perubahan mendadak kebijakan pembatasan Covid-19 di China juga menjadi pukulan bagi ekspor Jepang, karena kasus Covid-19 melonjak setelah berakhirnya kebijakan Covid-Zero di China. Ekspor ke China dan negara-negara Asia lainnya menyumbang lebih dari 50% dari keseluruhan ekspor Jepang.
Sementara itu dari Australia, tingkat pengangguran periode Januari 2023 meningkat 0,2 poin menjadi 3,7%, dari sebelumnya pada Desember 2022 sebesar 3,5%, dan lebih tinggi dari ekspektasi ekonom yang cenderung mendatar di 3,5%.
Hal ini menjadi tingkat pengangguran tertinggi sejak Mei 2022, karena jumlah pengangguran naik 21.900 menjadi 523.200.
Sedangkan, penyerapan tenaga kerja Australia turun sekitar 11.500 orang pada bulan lalu, berbeda dengan ekspektasi akan naik 20.000. Ini adalah penurunan 0,1% dibandingkan dengan Desember 2022, tetapi naik 3% secara tahunan.
Di lain sisi, Data penjualan ritel AS yang cukup memuaskan membuat pasar kembali sedikit optimis, meski mereka masih khawatir bahwa inflasi masih cukup panas dan bank sentral masih akan bersikap hawkish.
Laporan menunjukkan penjualan ritel AS pada Januari lalu naik 3%. Angka tersebut menandakan bahwa ekonomi AS bertahan meskipun kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menjinakkan inflasi.
Di akhir pekan ini, investor akan mendengarkan pidato dari pejabat The Fed untuk mengetahui tanda-tanda apa yang mungkin dilakukan bank sentral pada pertemuan berikutnya di bulan Maret.
Saat ini, pasar memprediksi The Fed akan melanjutkan kebijakan hawkish-nya. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat The Fed berpeluang menaikkan suku bunga tiga kali lagi di tahun ini.
Selain itu, pasar juga akan memantau beberapa rilis data ekonomi penting lainnya di AS, yang mungkin dapat mempengaruhi kebijakan suku bunga The Fed.
Adapun data tersebut antara lain inflasi produsen yang diperkirakan naik 0,4% secara bulanan dibandingkan dengan kinerja sebelumnya yang turun 0,5%.
Kemudian klaim awal pengangguran yang diperkirakan akan meningkat menjadi 200.000 pada pekan lalu. Angka ini naik dari pekan sebelumnya yakni 196.000.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
