
Kabar Baik Nih, Bursa Asia Kompak Dibuka Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Selasa (7/2/2023), di tengah lesunya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin karena investor khawatir dengan bank sentral AS yang akan kembali bersikap agresif.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang menguat 0,21%, Hang Seng Hong Kong bertambah 0,31%, Shanghai Composite China dan Straits Times Singapura tumbuh 0,2%, ASX 200 Australia naik 0,17%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,41%.
Dari Australia, bank sentral (Reserve Bank of Australia/RBA) akan mengumumkan kebijakan suku bunga terbarunya pada hari ini, di mana pasar memperkirakan bank sentral Negeri Kanguru akan kembali menaikkan suku bunga acuannya menjadi 3,35%.
Hal ini terjadi setelah inflasi melonjak ke level tertinggi dalam 33 tahun pada kuartal terakhir, menentang kampanye pengetatan agresif RBA.
Sebelumnya, inflasi Australia pada kuartal IV-2022 tercatat 7,8%, naik tajam sejak Maret 1990.
Sebaliknya, data ekonomi lainnya mengejutkan karena penjualan ritel tercatat turun paling besar sejak pandemi dan harga rumah mengalami penurunan terbesar sejak setidaknya tahun 1980.
Pergerakan bursa Asia-Pasifik hari ini cenderung berlawanan dengan pergerakan bursa saham AS, Wall Street kemarin yang ditutup kembali terkoreksi.
Indeks Dow Jones ditutup turun 0,1%, S&P 500 melemah 0,62%, dan Nasdaq Composite ambles 1%.
Hal yang sama juga terjadi pada Jumat pekan lalu, di mana Wall Street juga berjatuhan pasca rilis data tenaga kerja AS.
Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari 2023, berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja AS. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang.
Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Dalam kondisi normal, pasar tenaga kerja yang kuat, tingkat pengangguran yang turun, serta rata-rata upah per jam yang naik cukup tinggi adalah kabar baik. Tetapi dalam kondisi saat ini itu menjadi berita buruk.
Pasar tenaga kerja yang kuat, begitu juga dengan rata-rata upah berisiko membuat inflasi semakin sulit turun ke target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebesar 2%.
Artinya ada risiko The Fed kembali akan agresif menaikkan suku bunga dan suku bunga tinggi ditahan lebih lama lagi.
Untuk diketahui, pasar saat ini melihat puncak suku bunga The Fed di kisaran 4,75% - 5%, artinya akan naik 25 basis poin lagi dari level saat ini. Selain itu, The Fed juga diperkirakan akan memangkas suku bunganya di akhir tahun nanti.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
