Kongsi Anthoni Salim & Para Bohir Di Amman Mineral Terungkap

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) belum mengurungkan niatnya untuk melepas saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau menghelat initial public offering (IPO). Namun, ada pertimbangan tertentu yang menyebabkan rencana ini tak kunjung terealisasi.
"Pasti jadi (IPO)," kata Wakil Direktur Utama AMNT Agus Projosasmito kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/11/2022).
Rencana IPO AMNT sudah terdengar sejak beberapa waktu lalu. Meski belum ada tenggat waktu tertentu, manajemen PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mengaku, rencana IPO AMNT ini masih masuk ke dalam daftar rencana strategis perusahaan milik Keluarga Panigoro ini. Perusahaan terus mempertimbangkan momen terbaik untuk mengeksekusi rencana ini.
"Saat ini, kami belum bisa sampaikan kapannya. Kami akan berikan penjelasan di kesempatan mendatang," ujar Amri Siahaan, Chief Administrative Officer MEDC, Rabu (14/9/2022).
MEDC merupakan salah satu pemegang saham Grup Amman Mineral. Sementara, pemegang saham MEDC sendiri terdiri dari Medco Daya Abadi Lestari, Diamond Bridge Pte. Ltd dan masyarakat.
Medco Daya Abadi merupakan pengendali sekaligus pemilik 51% saham MEDC. Diamond Bridge memegang 21%. Perusahaan ini disebut-sebut terafiliasi dengan Anthoni Salim. Sisa 26% merupakan milik masyarakat.
Di sisi lain, Entitas Grup Bakrie akan menjadi pemasok utama mineral tambang untuk perusahaan lain seperti Grup Amman Mineral.
Direktur BRMS Herwin Hidayat memberikan kode adanya kerjasama strategis itu di masa depan. Potensi besar kerjasama ini berangkat dari larangan ekspor bijih logam mentah oleh pemerintah.
Hanya logam yang telah memiliki nilai tambah yang boleh diekspor. Tentu, perlu adanya smelter untuk mengolah bijih logam hingga memiliki nilai tambah. Sementara, investasi pembangunan smelter tidak murah.
Meski begitu, BRMS masih bisa menjual produksi tambang tembaganya. Caranya, dengan menjual produksi tambang ke perusahaan dalam negeri yang memiliki smelter.
"Amman Mineral itu sedang membangun smelter untuk mengolah sampai menjadi logam atau tembaga yang siap ekspor," kata Herwin.
Hal itu memberikan keuntungan kedua pihak. BRMS masih bisa menjual produksi tambang tanpa harus merogoh kocek besar untuk membangun smelter terlebih dahulu. Sedangkan perusahaan lain seperti Amman Mineral mendapat pasokan konsentrat tembaga dari hasil tambang BRMS.
"Yang tadinya kami harus bangun smelter, cukup bangun pabrik yang cukup simpel untuk mengelola bijih tembaga yang kami tambang sampai menjadi konsentrat saja. Konsentratnya bisa kami jual putus ke perusahaan pemilik Cooper smelter, salah satunya Amman Mineral," jelas Herwin.
Seperti diketahui, PT Amman Mineral Nusa Tenggara tengah membangun smelter dengan nilai investasi setara sekutar Rp 14,7 triliun. Proyek ini ditargetkan rampung pada 2024. Target ini sama seperti target beroperasinya pabrik tembaga BRMS di Gorontalo secara komersial.
Kode 'kemesraan' antara BRMS, Grup Salim dan Amman Mineral juga terlihat dari jajaran manajemen kunci BRMS saat ini. Rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) 4 Maret lalu menyetujui pengangkatan Agus Projosasmito sebagai Presiden Direktur BRMS.
Masuknya Agus diyakini sebagai upaya untuk mengakomodir kepentingan Emirates Tarian Global Ventures SPV, kendaraan investasi milik konglomerat Anthoni Salim. Emirates Tarian merupakan investor terbesar di BRMS dengan porsi kepemilikan 25,10%. Agus juga masih menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Amman Mineral Nusa Tenggara.
Selain Agus, ada dua nama lain yang masuk. Keduanya adalah, Adrian Wicaksono sebagai direktur dan Teguh Boentoro sebagai Komisaris BRMS. Teguh sendiri masih menjabat sebagai Presiden Direktur Amman Mineral Internasional.
[Gambas:Video CNBC]
Kode Mesra Antara Anthoni Salim, BRMS dan Amman Mineral
(rob/ayh)