Kisah Sultan Subang, Jadi Orang Terkaya Gara-Gara Ayam

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Rabu, 01/02/2023 11:40 WIB
Foto: Sultan Subang Asep Sulaeman dengan PT Lembur Sadaya Investama menjual saham PT Bersama Zatta Jaya Tbk (ZATA). (Tangkapan Layar Facebook Pondok Pesantren Al-Ihya Subang).

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis ekonomi 1997-1998 membuat Asep Sulaiman Subanda pusing. Lambatnya roda perekonomian dirasakan juga oleh keluarganya yang berternak ayam. Alhasil, untuk meringankan beban dia keluar dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Subang dan memulai merintis bisnis.

Bagi Asep, berdagang bukan hal baru karena saat masih sekolah di Pondok Pesantren Gontor pun dia kerap jualan emperan di Malioboro. Dia juga selalu ikut bapaknya jualan ayam. Jadi bisa dikatakan pengalamannya sudah cukup mandiri untuk berbisnis.

Sama seperti Bapaknya, Shobur Tadjudin, dia juga bermain di ternak ayam. Tepat di usia 25 tahun, mulanya dia menyewa lahan milik orang tuanya untuk beternak 10.000 ekor ayam. Ayamnya dibesarkan lalu dijual ke pasaran oleh dirinya sendiri. Dari sini dia dapat untung 10 juta. Keberhasilan ini membuat pria kelahiran 16 Januari 1977 itu melebarkan kandang ayamnya. Setelahnya mampu menampung 60.000 ekor ayam. Tidak seperti sebelumnya, kali ini bisnisnya tidak moncer.


"Asep malah rugi Rp 70 juta karena banyak ayam yang mati terserang penyakit," tulis majalah Akses (Juli 2007)

Untuk menambal kerugian dan memulai kembali bisnis dia mulai meminjam uang. Karena kebesaran nama bapaknya, dia jadi mudah memperoleh pinjaman ratusan juta. Dari sini dia membeli ayam sebanyak 80.000 ekor. Sayangnya, ternak ayamnya bangkrut. Alhasil, hutangnya menggunung hingga Rp 180 juta.

"Dari sini dia dijuluki 'Si Banyak Utang'," tulis Zuhud Rozaki dalam The Big 4 In Live (2013)

Pada momen inilah Asep putus asa. Berbisnis tidak bisa, membayar utang apalagi. Kondisi ini membuat bapaknya prihatin dan hanya memberi motivasi, alih-alih membayar seluruh hutang anaknya.

"Utang segitu aja kok dibilang banyak. Dibanding masa depanmu, itu gak ada artinya. Jangan kamu jual masa depanmu. Bahkan kalau semua kekayaan bapak habis, itu tetap tidak ada artinya dibanding asa depanmu," kata Sang Bapak dikutip majalah Akses (Juli 2007).

Berkat ucapan bapaknya itu dia mulai mencicil hutang-utangnya. Pada 2001 dia tak lagi bekerja mandiri dan memilih untuk membangun kemitraan. Total ada 600 petani yang tersebar di Subang, Purwakarta, Bandung, Indramayu, Sumedang, Bandung, Garut, sampai Malang. Para petani itu yang kemudian mengelola ternak ayam hingga siap jual ke pasar. Sampai 5 tahun ada 2,2 juta ayam potong yang dipasarkan oleh Asep. Tiap potong ayam Asep mengambil untung Rp 6 ribu. Sisanya diberikan kepada para petani.

Keberhasilan ini membuatnya mampu melunasi hutang sekaligus membangun jaringan bisnis bernama Santika Group. Perusahaan ini menyediakan bibit, pakan, obat-obatan dan pembinaan teknis. Termasuk juga proses pemasarannya. 

Pada 2007, Asep memiliki 32 hektar lahan di 7 lokasi berbeda. Seluruhnya difungsikan untuk ternak ayam yang mampu menampung jutaan ekor ayam. Konon, kepemilikan ini yang terbesar kedua di Asia Tenggara setelah milik Charoeon di Thailand. 

Dari jualan ayam, Asep dijuluki Sultan Subang karena kekayaan yang dimilikinya. Kini, dia tak hanya berdagang ayam dan mulai merambah ke sektor baru. Asep adalah Direktur Utama PT Sumber Energi Alam Mineral (SEAM GROUP).  Mengutip laman resmi perusahaan, SEAM Group merupakan konglomerasi bisnis yang bergerak di empat sektor utama yakni infrastruktur, peternakan unggas, properti dan energi terpadu.

Selain itu, Asep juga memiliki sejumlah saham di beberapa emiten. Dia tercatat memborong saham emiten bahan konstruksi PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS) senilai Rp 2,42 triliun. Di juga memiliki kepemilikan saham di PT Bersama Zatta Jaya Tbk (ZATA).


(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Efek Danantara! 7 Saham Ini Tiba-Tiba Melonjak Tajam