
Emiten Sultan Subang Bantah Gagal Bayar Repo, Ini Bantahannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten milik konglomerat Sultan Subang atau Asep Sulaeman Sabanda, yakni PT Indo Pureco Pratama Tbk (IPPE) menegaskan, bahwa tidak ada transaksi gagal repo yang mempengaruhi kinerja keuangan perseroan.
"Ini tak ada kaitannya dengan terhadap transaksi repo. IPPE tak melakukan hal-hal ini. Kami passtikan tidak ada gagal repo," kata Direktur Utama IPPE Syahmenan dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (31/1).
Sebelumnya, harga saham PT Indo Pureco Pratama Tbk (IPPE) sangat merana hingga menyentuh batas auto reject bawah (ARB) berjilid-jilid, alias sudah berhari-hari.
Saham IPPE sudah menyentuh ARB sejak 17 Januari lalu. Jika tidak menghitung suspensi, maka saham IPPE sudah ambles 36,46% sejak perdagangan 17 Januari.
Sedangkan saham IPPE pada Rabu pekan lalu sudah sempat terkena suspensi. Namun, suspensi saham IPPE hanya berlangsung sehari saja, di mana suspensi saham IPPE kembali dibuka pada Kamis pekan lalu.
Merananya saham IPPE terjadi setelah adanya rumor transaksi gagal bayar Repurchase Agreement alias repo di tiga saham yakni PT Bersama Zatta Jaya Tbk (ZATA), IPPE, serta PT Berkah Beton Sedaya Tbk (BEBS). Bahkan, rumor tersebut sepertinya masih menjadi pembahasan pasar hingga hari ini.
Rumor tersebut pun membuat kalangan broker saham dan pelaku pasar pun mewanti-wanti untuk tidak mentransaksikan dan menerima repo ketiga saham tersebut.
Sebagai informasi, repo lebih akrab dikenal dengan sebutan gadai saham, terjadi dimana ketika seorang nasabah yang membutuhkan dana likuid bisa menjaminkan saham miliknya untuk mendapatkan pinjaman.
Pada praktiknya, banyak oknum yang melakukan aksi goreng saham sehingga harga underlying saham yang akan digadaikan naik dan mendapat jumlah pinjaman lebih banyak dengan tujuan akhir memang tidak ingin membayar pinjaman tersebut sehingga terjadi gagal bayar.
Selain itu, penurunan saham ZATA diketahui juga karena aksi jual pemegang saham pengendalinya yakni PT Lembur Sadaya Investama (LSI) milik Haji Asep Sulaeman Sabanda, seorang crazy rich asal Subang.
Di tengah tren penurunan harga saham ZATA yang terus terjadi tersebut, LSI dilaporkan melakukan aksi jual saham untuk tujuan divestasi sebanyak 3 kali.
Transaksi pertama terjadi pada 12 Januari 2023, ketika LSI menjual 40 juta saham di harga rata-rata Rp 110/saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 4,4 miliar. Saat transaksi ini terjadi, harga saham ZATA turun 6,36% dan ditutup di Rp 103/unit.
Transaksi kedua dilakukan sehari setelahnya atau tepatnya di 13 Januari 2023. Dalam laporan keterbukaan informasi, LSI melepas sebanyak 150 juta saham ZATA di harga rata-rata Rp 100/unit dan nilai transaksinya mencapai Rp 15 miliar. Harga saham ZATA saat itu pun ditutup turun 1,94%.
Terakhir, transaksi dilakukan pada 17 Januari 2023 dan menjadi transaksi penjualan terbesar LSI. Sebanyak 720 juta saham ZATA dilepas oleh LSI di harga rata-rata Rp 95/unit. Nilai transaksinya mencapai Rp 68,4 miliar dan harga saham ZATA saat itu ditutup melorot 6,06% di Rp 93/unit.
Secara total, LSI telah mendivestasikan kepemilikannnya di saham ZATA sebanyak 910 juta yang membuat kepemilikan LSI di saham ZATA turun menjadi 62,22% dan mengantongi uang sebanyak Rp 87,8 miliar.
Transaksi divestasi tersebut menjadi kontroversial lantaran tidak mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan Pasal 2 POJK No.25/2017, pihak yang memperoleh efek bersifat ekuitas dari emiten dengan harga/nilai konversi dan/atau harga pelaksanaan di bawah harga IPO dilarang mengalihkan kepemilikan efek bersifat ekuitas tersebut selama 8 bulan.
Asal tahu saja, LSI menjadi pemegang saham pengendali IPPE dan ZATA. Di saham IPPE, saat ini LSI menggenggam sebanyak 1,62 miliar lembar saham atau setara dengan 35,22%, sedangkan di saham ZATA, saat ini LSI menggenggam 6,2 miliar lembar saham atau setara dengan 72,93%.
(rob/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kinerja Emiten Sultan Subang Kinclong, Laba Triple Digit