
Alert Buat IHSG, Bursa Asia Melemah Berjamaah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Kamis (19/1/2023), mengikuti pergerakan bursa saham acuan global, Amerika Serikat (AS) kemarin.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka merosot 0,95%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,14%, Shanghai Composite China turun 0,12%, Straits Times Singapura melemah 0,22%, ASX 200 Australia terpangkas 0,13%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,36%.
Dari Jepang, neraca perdagangan periode Desember 2022 tercatat mengalami defisit sebesar JPY 1,45 triliun (US$ 11,27 miliar). Namun, data ini sudah lebih baik dari periode November 2022 yang defisit sebesar JPY 2,03 triliun.
Hal ini karena ekspor Jepang pada Desember 2022 dilaporkan tumbuh sedikit melambat karena permintaan China tetap di bawah tekanan dan impor Jepang juga sedikit melambat.
Ekspor Jepang hanya tumbuh 11,5% (year-on-year/yoy) pada Desember 2022, dari sebelumnya pada November 2022 yang tumbuh 20% (yoy).
Sedangkan impor Jepang juga hanya tumbuh 20,6% (yoy) di Desember 2022, dari sebelumnya pada November 2022 tumbuh 30,3% (yoy).
Hal ini menyoroti tantangan negara yang kekurangan sumber daya yang sangat bergantung pada impor komoditas dan energi. Data yang lemah juga memupus harapan para pembuat kebijakan untuk pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 yang didorong oleh ekspor.
Sepanjang 2022, Jepang mencatat defisit perdagangan sebesar JPY 19,97 triliun, penurunan tahunan kedua berturut-turut dan terbesar sejak 1979.
Sementara itu dari Australia, tingkat pengangguran pada periode Desember 2022 tidak berubah banyak alias masih sama seperti sebulan sebelumnya, yakni sebesar 3,5%.
Namun, jumlah lapangan pekerjaan di Desember 2022 anjlok 14.600, meleset jauh dari ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan 22.500 dan jauh lebih rendah dari posisi November 2022 sebanyak 64.000 lapangan pekerjaan.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi menyusul bursa saham AS, Wall Street yang gagal mempertahankan penguatan kemarin, setelah rilis data penjualan ritel yang mengecewakan.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambruk 1,81%, S&P 500 ambrol 1,56%, dan Nasdaq Composite ambles 1,24%.
Setelah mendapat angin segar pada pembukaan perdagangan setelah setelah pembacaan terbaru pada indeks harga produsen (IHP), yang mengukur biaya input dari perusahaan dan bisa menjadi indikator utama inflasi di masa depan, Wall Street pun akhirnya tersungkur di akhir perdagangan.
Untuk periode Desember 2022, IHP menunjukkan penurunan 0,5%. Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi para ekonom yang disurvei Dow Jones memperkirakan penurunan 0,1%.
Meski demikian, ini cukup memberi kelegaan bagi investor yang berharap inflasi turun dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal memperlambat atau menghentikan kenaikan suku bunga.
Namun, penguatan Wall Street tak bisa dipertahankan setelah rilis data penjualan ritel AS yang mengecewakan, di mana data menunjukkan penurunan sebesar 1,1% pada Desember 2022. Angka ini sedikit lebih tinggi dari perkiraan ekonomi yakni sebesar 1%.
"Kami memiliki awal yang kuat untuk tahun ini, tetapi sekarang kami berada di tengah musim pendapatan yang tegang, baru-baru ini mendapatkan data yang lebih lemah dari penjualan ritel dan Survei Manufaktur kemarin. Ditambah pertemuan Fed pada 1 Februari akan segera terjadi," kata Yung-Yu Ma, kepala strategi investasi untuk BMO Wealth Management dikutip CNBC International.
Sementara itu, saham JPMorgan, Bank of America dan Wells Fargo tercatat turun karena imbal hasil (yield) Treasury AS tenor 10 tahun turun ke level terendah sejak September 2022. Saham bank regional seperti Zions dan Fifth Third membukukan kerugian lebih besar.
Di sisi lain, kabar tak menyenangkan juga datang dari Microsoft yang mengumumkan rencana untuk memberhentikan sekitar 10.000 karyawan, dan hal ini menjadi kabar buruk bagi pelaku pasar. Sahamnya pun jatuh, berkontribusi pada penurunan Dow Jones pada perdagangan kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
