
Celaka, IHSG Mulai Loyo! 6 Saham Ini Jadi Beban

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah pada perdagangan sesi I Rabu (18/1/2023), di mana investor cenderung wait and see jelang pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) besok.
Per pukul 10:51 WIB, IHSG melemah 0,58% ke posisi 6.728,25. Meski melemah, tetapi IHSG masih cenderung dapat bertahan di level psikologis 6.700.
Beberapa saham menjadi pemberat laju penguatan indeks pada awal perdagangan sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat (laggard) IHSG hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Central Asia | BBCA | 10,71 | 8.175 | -1,80% |
Bank Mandiri | BMRI | -7,13 | 9.550 | -2,05% |
Telkom Indonesia | TLKM | -3,66 | 3.920 | -0,76% |
Merdeka Copper Gold | MDKA | -2,31 | 4.770 | -1,45% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -1,91 | 112 | -1,75% |
Semen Indonesia | SMGR | -1,55 | 7.025 | -3,11% |
Sumber: Refinitiv & RTI
Dari deretan bottom movers di atas, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi yang paling membebani IHSG pada pagi hari ini, yakni mencapai 10,7 indeks poin.
Sedangkan berikutnya ada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang juga menahan laju kenaikan IHSG sehingga akhirnya indeks kembali melemah, yakni sebesar 7,1 indeks poin.
Tak hanya BBCA dan BMRI saja, beberapa saham big cap juga memperberat indeks, seperti saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar 3,6 indeks poin, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) sebesar 2,3 indeks poin, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebesar 1,9 indeks poin, dan terakhir PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mencapai 1,5 indeks poin.
Investor cenderung wait and see jelang pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) besok.
BI sudah memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini, dan hasilnya akan diumumkan besok. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan. Namun yang menarik beberapa memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan.
Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 5,75%.
Sebanyak tiga institusi/lembaga memproyeksi BI akan menahan suku bunga di level 5,50%.
Hal ini membuat pelaku pasar menaruh perhatian penuh, sebab jika suku bunga ditahan, tentunya ada risiko rupiah kembali tertekan dan tentunya turut mempengaruhi pergerakan IHSG.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 basis poin pada periode Agustus-Desember 2022 menjadi 5,50%. Suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,25%.
BI bahkan secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 50 bps selama tiga bulan pada September, Oktober, dan November 2022. Kenaikan suku bunga sebesar 200 bps adalah yang paling agresif sejak 2005.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mempekirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,50% pada bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi umum dan inti.
Sebagai catatan, inflasi umum tercatat 5,51% (year-on-year/yoy) pada Desember 2022 sementara inflasi inti 3,36% (yoy).
"Selain terkendalinya inflasi, kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama, cenderung terkoreksi sehingga mendorong penguatan rupiah," tutur Josua, kepada CNBC Indonesia.
Di lain sisi, bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) juga diperkirakan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya pasca rilis data inflasi yang menunjukkan penurunan.
Pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret menjadi 4,75% - 5%. Proyeksi tersebut lebih rendah dari sebelumnya di mana pasar melihat puncak suku bunga The Fed di 5% - 5,25%.
Jika selisih suku bunga yang dipertahankan sebesar 125 bp, maka capital inflow bisa semakin membanjiri pasar obligasi Tanah Air
TIM RISET CNBC INDONESIA
Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)