Mayoritas Bursa Asia Cerah Lagi, Kecuali Nikkei-STI

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
16 January 2023 16:22
A man in a business building is reflected on an electronic stock quotation board outside a brokerage in Tokyo, Japan, October 11, 2018.  REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup menguat pada perdagangan Senin (16/1/2023), di mana ekspektasi melandainya inflasi Amerika Serikat (AS) mampu mengangkat kembali optimisme pasar di kawasan Asia-Pasifik.

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup naik tipis 0,04% ke posisi 21.746,72, Shanghai Composite China melesat 1,01% ke 3.227,59, ASX 200 Australia menguat 0,73% ke 7.381,3, KOSPI Korea Selatan bertambah 0,58%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi 0,7% menjadi 6.688,06.

Namun, untuk indeks Nikkei 225 Jepang dan Straits Times Singapura ditutup di zona merah hari ini. Nikkei ambles 1,14% ke posisi 25.822,3 dan Straits Times melemah 0,42% ke 3.280,01.

Dari Jepang, data inflasi berdasarkan producer price index (PPI) periode Desember 2022 tercatat naik menjadi 10,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), menjadi yang tertinggi dalam 42 tahun terakhir.

Kenaikan ini terjadi karena produsen lokal di Jepang terus dihadapi oleh biaya impor yang tinggi dan mata uang yen yang masih melemah.

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), PPI Negeri Matahari Terbit tersebut justru melandai menjadi 0,5% pada Desember 2022, dari sebelumnya sebesar 0,8% di November 2022.

Kenaikan PPI terutama didorong oleh volatilitas baru dalam harga komoditas global, yang meningkat pada Desember 2022 karena ekspektasi pemulihan permintaan di pasar utama sekaligus importir utama yakni China.

Pada pekan ini, pelaku pasar di Asia-Pasifik bakal memantau rilis data penting di kawasan tersebut, seperti data produksi industrial China, pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) China periode kuartal IV-2022, dan kebijakan moneter terbaru bank sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ).

Di lain sisi, optimisme pasar di Asia-Pasifik kembali muncul karena pasar berekspektasi bahwa inflasi di AS akan terus melandai dan membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) merubah sikap hawkish-nya.

Pada pekan lalu, inflasi berdasarkan cosumer price index (CPI) di AS pada Desember 2022 tumbuh 6,5% (year-on-year/yoy), jauh lebih rendah dari sebelumnya 7,1%. CPI tersebut juga menjadi yang terendah sejak Oktober 2021.

CPI inti, yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan juga turun menjadi 5,7% dari sebelumnya 6%, dan berada di level terendah sejak Desember 2021.

Rilis tersebut membuat pelaku pasar semakin yakin The Fed akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya dan bisa dipangkas lagi pada akhir 2023.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret dengan probabilitas sebesar 94% dan 76%. Dengan proyeksi tersebut, puncak suku bunga The Fed berada di 4,75% - 5%.

Selain itu, perangkat yang sama menunjukkan The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin pada September dengan probabilitas sebesar 34%, begitu juga sebulan setelahnya. Sehingga di akhir tahun pasar melihat suku bunga The Fed berada di 4,25% - 4,5%.

Di lain sisi, pada Jumat pekan lalu, survei sentimen konsumen dari University of Michigan tercatat turun menjadi 4%, menjadi penurunan bulanan ketiga berturut-turut dan level terendah sejak April 2021.

Survei ini cenderung mengikuti inflasi pada Desember 2022, yang juga turun 0,1% pada Desember 2022, meningkatkan harapan bahwa The Fed dapat segera memperlambat kenaikan suku bunga.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular