Analis Sebut Rights Issue BBTN Sukses Karena 3 Faktor Ini
Jakarta, CNBC Indonesia- Pelaku pasar mengapresiasi keberhasilan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dalam menuntaskan agenda penerbitan saham baru dengan skema hak memesan efek terlebih dulu (HMETD). Di mana rights issue BBTN yang mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 1,6 kali menunjukkan tingginya minat investor terhadap bank BUMN ini.
Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi menilai ada tiga faktor penting di balik tercapainya target Rp 4,13 triliun dari aksi korporasi BBTN. Pertama adalah dukungan pemerintah selaku pemegang saham pengendali yang ditunjukkan dengan exercise seluruh rights sejak hari pertama pelaksanaan.
Menurut dia, penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2,48 triliun mampu meyakinkan investor publik untuk ikut melaksanakan haknya. Bahkan sejumlah investor institusi, seperti dana pensiun, meminta tambahan saham dalam jumlah besar di hari terakhir.
Kedua, strategi penetapan harga yang memberikan kesempatan investor untuk mengambil kesempatan. Dengan harga pelaksanaan (exercise price) Rp 1.200 dan pergerakan harga saham BBTN yang stabil di atas Rp 1.300, investor termotivasi untuk menebus rights sehingga BBTN meraup sekitar Rp 1,65 triliun dari investor non pengendali.
"Harga sahamnya sendiri sudah undervalue, apalagi harga rights-nya. Rights issue ini menguntungkan semua pihak, baik BBTN sebagai yang punya hajat, pemerintah, maupun investor publik. Semua cuan, semua happy," kata Tirta dikutip dari siaran pers, Selasa (10/1/2023).
Ketiga adalah fundamental yang kokoh dan kinerja yang membaik sehingga, investor melihat BBTN tidak lagi seperti dulu. Menurut Tirta, manajemen BBTN lebih fokus pada pertumbuhan berkualitas dan menciptakan inovasi produk yang relevan dengan bisnis inti, yakni pembiayaan rumah tapak.
"Statement Wakil Direktur Utama BTN Nixon L.P Napitupulu yang menyatakan BTN kembali ke khittah sebagai penyalur kredit rumah tapak menciptakan optimisme di kalangan pelaku pasar. Keputusan BTN menjauhi pembiayaan apartemen sudah tepat," tegas dia.
Seperti diketahui dari sisi fundamental, BBTN berhasil menekan NPL dan telah mengeluarkan kredit macet senilai Rp 1 triliun dari neraca. Dana pihak ketiga (DPK) pun membaik dengan lonjakan porsi dana murah (CASA) dibanding deposito.
Adapun konsistensi dalam meningkatkan DPK berbiaya murah juga berdampak positif ke rasio intermediasi (loan to deposit ratio/LDR) yang kini berada di bawah level 100%. DPK BBTN meningkat karena digitalisasi melalui mobile banking apps.
Sementara itu, analis Jasa Utama Capital Cheryl Tanuwidjaja menilai bahwa harga saham BBTN terlalu murah untuk ukuran bank dengan aset Rp 400 triliun dan diperkirakan (unaudited) meraih laba Rp 3 triliun untuk kinerja tahun 2022.
Dia menjelaskan harga wajar BBTN, atau setara 1x PBV, berada di level Rp 2.030. Artinya, saat ini, saham BBTN diperdagangkan di 0,6x PBV.
Sehingga dengan rasio PBV di bawah 1x, kata dia, BBTN lebih menarik dibandingkan bank besar lainnya yang mencapai PBV 2x- 4x.
"Melihat fundamental yang semakin membaik dan prospek bisnis yang menjanjikan, tidak sulit bagi BBTN untuk kembali ke 1x PBV," kata dia.
Adapun Menteri BUMN Erick Thohir menyebut bahwa pasca rights issue, publik menunggu gebrakan yang akan dilakukan BBTN. Di mana dengan mengantongi dana segar Rp 4,13 triliun, BBTN memiliki ruang lebih besar untuk melipat gandakan pembiayaan sehingga menjadi kesempatan dalam mendukung agenda pemerintah menekan angka backlog perumahan.
"Dengan oversubscribed 1,6x, menunjukkan tingginya harapan investor terhadap prospek perusahaan. BTN pun semakin sehat dan semakin memiliki energi untuk terus ekspansi," ujar dia.
(dpu/dpu)