Ramalan 3 Analis Soal IHSG Menakutkan, Berani Baca?
Jakarta, CNBC Indonesia - Koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau makin dalam pada awal perdagangan sesi I Selasa (10/1/2023).
Hingga pukul 10:50 WIB, IHSG ambles 1,45% ke posisi 6.591,879. IHSG pun keluar dari zona psikologis 6.600 dan kini diperdagangkan di level psikologis 6.500.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan sesi I hari ini sudah mencapai sekitaran Rp 6,5 triliun dengan melibatkan 9 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 610.374 kali.
Equity Analyts Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti menjelaskan memang dari sisi outlook makro tahun ini lebih menantang dengan ketidakpastian yang tinggi, mulai dari currency risk dengan pelemahan nilai tukar yang menyebabkan capital outflow imbas kenaikan suku bunga agresif The Fed dan pertumbuhan ekspor yang sudah cenderung melambat.
"Sepekan lalu saja, aksi sell-off asing sudah sebesar Rp1,89 triliun di seluruh pasar. Lalu, harga komoditas yang cenderung fluktuatif turut mempengaruhi gerak IHSG terutama sektor energi yang menjadi penopang utama IHSG," jelas Desy kepda CNBC Indonesia, Selasa (10/1/2023).
Ditambah lagi, pergerakan saham dengan kapitalisasi pasar tinggi yang juga terus mengalami penurunan. Hal ini juga kami lihat akan berpengaruh terhadap prospek January effect di tahun ini.
Analis NH Bahana Sekuritas, Dimas Wahyu menilai, pelaku pasar cenderung wait and see dulu menanti rilis data-data ekonomi seperti CPI CHina, trade balance china, CPI US, Jobsless claims yang akan rilis minggu ini yang membuat IHSG berguguran.
Senior Analis Pasar Keuangan dari DCFX Lukman Leong menyebut, faktor penyebab runtuhnya IHSG karena sentimen negatif perlambatan masih akan terus menekan IHSG.
"Tahun 2022 di saat bursa mengalami koreksi yang sangat besar, IHSG justru mencetak all time high. Saya melihat faktor-faktor yang selama ini mendukung IHSG sudah mulai berbalik menekan," ungkap Lukman.
Ditambah lagi, perlambatan ekonomi domestik maupun global, tingkat suku bunga yang tinggi, penurunan harga komoditas terutama batubara, depresiasi rupiah (penguatan dolar AS) akan terus mendominasi sentimen negatif untuk IHSG.
Di sisi lain, Lukman juga memprediksi perlambatan ekonomi global diperkirakan akan menekan permintaan dan harga batubara, terlebih China diperkirakan akan segera kembali mengimpor dari Australia.
(tep/ayh)