Market Commentary

Terkuak, Ini 11 Saham Yang Bikin IHSG Jebol Hampir 2%

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
10 January 2023 11:27
Karyawan melintas di depan papan elektronik buursa efek Indonesia
Foto: Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau ambruk lebih dari 1% pada perdagangan sesi I Selasa (10/1/2023), di mana investor makin khawatir bahwa potensi resesi global bakal terjadi tahun ini.

Per pukul 11:03 WIB, IHSG ambruk 1,32% ke posisi 6.599,798. . IHSG pun keluar dari zona psikologis 6.600 dan kini diperdagangkan di level psikologis 6.500.

Beberapa saham menjadi pemberat laju penguatan indeks pada perdagangan sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat (laggard) IHSG hari ini.

EmitenKode SahamIndeks PoinHarga TerakhirPerubahan Harga
Bank MandiriBMRI-18,909.325-4,11%
Bank Rakyat IndonesiaBBRI-16,024.460-2,83%
Bank Central AsiaBBCA-14,308.275-2,07%
Bank Negara IndonesiaBBNI-5,678.750-2,78%
Sinar Mas MultiarthaSMMA-3,9111.950-4,78%
Indofood Sukses MakmurINDF-2,526.725-3,60%
Telkom IndonesiaTLKM-2,503.780-0,26%
Astra InternationalASII-2,365.300-0,93%
Merdeka Copper GoldMDKA-2,324.410-0,68%
Kalbe FarmaKLBF-1,982.070-1,43%
Sumber Alfaria TrijayaAMRT-1,952.710-1,09%

Sumber: Refinitiv & RTI

Saham-saham bank berkapitalisasi pasar terbesar (big cap) menjadi pemberat paling besar pada hari ini, di mana saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi yang paling memberatkan indeks, yakni hingga mencapai 18,9 indeks poin.

Tak hanya BMRI saja, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga memberatkan indeks cukup besar yakni masing-masing 16,02 indeks poin dan 14,3 indeks poin.

Investor masih cenderung khawatir dengan potensi resesi global yang bakal terjadi pada tahun ini. Apalagi, beberapa bank sentral mulai mengoleksi emas yang dianggap sebagai salah satu aset safe haven, di mana salah satunya yakni bank sentral China (People Bank of China/PBoC).

PBoC memborong emas dalam jumlah yang besar dalam dua bulan terakhir. World Gold Council (WGC) pada Jumat pekan lalu melaporkan bahwa bank sentral Negeri Panda tersebut memborong emas sebanyak 32 ton pada November 2022.

Pembelian emas oleh PBoC adalah yang pertama kali sejak September 2019 atau lebih dari tiga tahun lalu.

Tidak hanya China, bank sentral lainnya juga memborong emas pada tahun lalu. WGC melaporkan jumlah pembelian tersebut menjadi yang terbesar dalam 55 tahun terakhir.

Emas yang kembali diburu oleh beberapa bank sentral bukanlah tanpa penyebab. Tanda-tanda resesi di AS sudah mulai terlihat, salah satunya dari data aktivitas jasa menurut ISM pekan lalu.

ISM melaporkan purchasing managers' index (PMI) jasa turun menjadi 49,6 jauh dari bulan sebelumnya 56,5. Angka di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Untuk diketahui sektor jasa merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) AS berdasarkan lapangan usaha. Kontribusinya tidak pernah kurang dari 70%.

Selain itu, sektor tenaga kerja yang masih cukup kuat di AS membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpotensi masih akan menahan sikap hawkish-nya.

Pada Jumat pekan lalu, data tenaga kerja non-farm payrolls (NFP) AS per Desember 2022 naik 223.000, dari sebelumnya pada November 2022 sebesar 256.000.

Di lain sisi, tingkat pengangguran di AS pada Desember 2022 terpantau turun menjadi 3,5%, dari sebelumnya sebesar 3,6% pada November 2022.

Dengan ini, maka The Fed berpotensi masih akan mempertahankan sikap hawkish-nya dengan menaikkan suku bunga acuan.

Para pejabat The Fed berkomitmen untuk memerangi inflasi dan mengharapkan suku bunga yang lebih tinggi tetap berlaku sampai lebih banyak kemajuan dibuat.

The Fed (dan bank sentral utama lainnya) justru "mengharapkan" pasar tenaga kerja melemah, bahkan jika perlu resesi segera terjadi.

Hal tersebut diperlukan untuk menurunkan inflasi yang sangat tinggi. Ketika pasar tenaga kerja kuat, maka daya beli masyarakat juga masih akan kuat, hal ini tentunya sulit menurunkan inflasi.

Alhasil, suku bunga bisa semakin tinggi dan ditahan lebih lama lagi sampai inflasi menurun. Jika itu terjadi, maka resesi yang akan dialami AS dan negara maju lainnya bisa jadi akan dalam dan panjang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation