Suku Bunga The Fed 'Masih Galak' Saat BI Mulai Ngerem

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
05 January 2023 09:30
federal reserve
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, tampaknya belum akan mengerem kenaikan suku bunga acuan pada awal tahun ini.

Pasalnya, sinyal hawkish terkait kebijakan moneter the Fed masih terpancar jelas. The Fed masih akan menaikkan suku bunga lebih tinggi untuk menekan inflasi ke sasarannya.

Komitmen ini tertuang dalam risalah pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) Desember, yang dirilis Rabu (4/1/2023) waktu setempat.

"Peserta umumnya mengamati bahwa sikap kebijakan yang membatasi perlu dipertahankan sampai data yang masuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada pada jalur penurunan yang berkelanjutan hingga 2%, yang kemungkinan akan memakan waktu lama," ringkasan pertemuan tersebut menyatakan sebagaimana dimuat CNBC International.

Sebenarnya pernyataan pejabat The Fed sudah digaungkan oleh Jerome Powell ketelah pengumuman suku bunga. Saat itu, Powell mengindikasikan memang telah ada beberapa kemajuan yang dibuat dalam pertempuran melawan inflasi, tetapi kemajuan ini belum cukup dan dia memperkirakan suku bunga bertahan di level yang lebih tinggi untuk waktu yang lama.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan pasar saat ini memperkirakan kemungkinan kenaikan suku bunga the Fed sebesar 50 - 75 basis points (bps) sebelum bank sentral AS tersebut berhenti sejenak untuk mengevaluasi dampak kenaikan suku bunga terhadap perekonomian.

"Laporan Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) November menunjukkan pasar kerja tetap kuat, memperkuat kekhawatiran bahwa Fed dapat terus menaikkan suku bunga," ujar Andry dalam catatannya, Kamis (5/1/2023).

Bank Indonesia (BI) telah membaca pergerakan the Fed tersebut. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa kebijakan The Fed akan tetap agresif untuk jangka waktu yang lama. Adapun, efeknya, ini akan menyebabkan dolar AS masih dalam tren menguat. Artinya, potensi pelemahan rupiah terbuka.

Meski demikian, akhir pertengahan Desember lalu, Perry telah menegaskan bank sentral tidak akan lagi berlebihan dalam menaikkan suku bunga acuan. Alasan bank sentral untuk tidak lagi agresif menaikkan suku bunga acuan karena inflasi di tanah air ke depan diperkirakan akan melandai alias menurun.

Terjaganya inflasi tersebut, membuat BI tak harus menaikkan suku bunga secara berlebihan, seperti yang sudah dilakukan dalam lima bulan terakhir di tahun ini.

"BI tidak akan menaikkan suku bunga berlebihan. Ini berkaitan dengan proyeksi inflasi untuk ke depannya," jelas Perry dalam konferensi pers, dikutip Kamis (5/1/2023).

Perry memperkirakan inflasi Indonesia hingga akhir tahun ini, akan turun dari bulan-bulan sebelumnya, yakni di bawah 5,4% (year on year/yoy).

"Akhir bulan ini, Desember pun kami yakin tidak akan melebihi 5,4% meskipun memang ada kenaikan inflasi dari sisi makanan karena memang Nataru, tapi inflasi komponen yang lain akan turun," kata Perry lagi.

Sayangnya, proyeksi ini sedikit meleset. Realisasi inflasi sepanjang 2022 mencapai 5,51% (yoy). Kendati demikian, BI masih meyakini inflasi inti pada semester I-2023, juga diperkirakan tidak akan lebih dari 4%.

Kemudian, inflasi akan menurun lagi pada semester II-2023. Adapun hingga November 2022, inflasi inti tercatat sebesar 3,3% (yoy) lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 3,31% (yoy).


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gubernur BI Pastikan Tak Akan 'Lebay' Naikkan Suku Bunga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular