
Ini Profil BUMN yang Dibubarin Jokowi, Pegawai Sisa 7 Orang

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui penutupan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pengembangan Armada Niaga Nasional atau PT PANN (Persero). Keputusan ini dituangkan dalam Kepres No.25 Tahun 2022.
Pembubaran PANN ini sebenarnya sudah menjadi fokus pemerintah. Pasalnya, perusahaan dinilai tidak fokus dalam menjalani usahanya. Sementara itu, Kementerian BUMN pernah mengungkapkan bahwa jumlah karyawan PANN hanya sebanyak 7 orang.
Menteri BUMN Erick Thohir bahkan pernah mengungkapkan bahwa PANN seharusnya menjalankan bisnis pembiayaan tapi malah masuk ke bisnis perhotelan. Salah satu hotelnya yaitu Grand Surabaya. PT PANN, justru hidup di luar bisnis intinya sebagai perusahaan pembiayaan.
"Mereka hidup karena punya 2 hotel yang dikelola. Hal-hal seperti ini bukan salah direksi sekarang tapi ini perlu kita jaga masing-masing BUMN kembali pada core bisnisnya. Jangan sampai BUMN kembali pada tempat yang tidak sehat. Jangan sampai membunuh UMKM dan usaha lokal," katanya, Erick dalam rapat dengan Komisi VI, pada tahun 2020.
Mengacu situs resminya, perusahaan ini didirikan pada 6 Mei 1974 dan bergerak di bidang pengembangan armada niaga nasional. Dari penelusuran CNBC Indonesia, PANN juga menjadi amanat dari Rencana Pembangunan Lima Tahun atau Repelita II. Dokumen Repelita II tersebut menyatakan agar pemerintah membentuk suatu badan yang bertugas di bidang pembiayaan dan pengembangan armada niaga nasional.
PANN kemudian memantapkan strateginya dengan membentuk cross-sektoral holding dan spin-off sektor usaha strategis yakni usaha pembiayaan kapal, shipping, shipyard, manajemen perkapalan, pialang asuransi kapal sehingga PANN (berdiri menjadi perusahaan holding.
Pada periode 1995-2006, kegiatan bisnis PT PANN (Persero) lebih banyak berfokus terhadap Kedua proyek yang dapat dikatagorikan sebagai over finance dan mengalami gagal disebabkan oleh pengadaan pesawat terbang boeing 737-200 eks. Luftansa sebanyak 10 unit yang disewakan ke 4 perusahaan penerbangan. Namun, perusahaan tersebut tidak dapat membayar biaya sewa.
Kemudian, ada proyek pembangunan 31 unit kapal ikan oleh PT Industri Kapal Indonesia (Persero) hanya menyelesaikan 14 unit kapal ikan dengan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan oleh PT PANN (Persero) + sebesar Rp 120 miliar tidak dapat diserap pasar.
Kegagalan dari kedua proyek tersebut mengakibatkan PT PANN Multi Finance (Persero) bertahun-tahun menderita kerugian yang cukup besar sehingga keuntungan dari kegiatan bisnis inti pembiayaan kapal niaga tidak dapat menutup kerugian kedua proyek tersebut dan mengakibatkan perusahaan menderita ekuitas negatif.
Pada 8 Agustus 2012, PANN mendirikan anak usaha PT PANN Pembiayaan Maritim yang kemudian dilakukan pemisahan bisnis atau spin off pada 19 Februari 2013. Dengan demikian, kegiatan bisnis inti perseroan dialihkan kepada anak usaha (PANN Multifinance), sedangkan PANN ditetapkan sebagai induk perusahaan (holding company).
Sayangnya, kinerja PANN ini masih belum terlihat. Bahkan perusahaan ini justru menjalankan usaha di luar core business-nya.
Masalah, Masalah, dan Masalah
Seperti diketahui, PANN ini sebelumnya sempat bermasalah. Pasalnya, perusahaan memperoleh penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 3,76 triliun.
Pada rapat dengan Komisi VI DPR RI, Direktur Utama PANN Hery S. Soewandi mengatakan PMN dilakukan tahun 2019 untuk menutup nilai kewajiban perusahaan yang telah membengkak sejak seperempat abad terakhir.
Permintaan PMN ini dilakukan tahun lalu untuk menutup nilai kewajiban perusahaan yang telah membengkak sejak seperempat abad terakhir. Hery mengatakan, utang tersebut membengkak karena perusahaan menanggung utang dari service level agreement (SLA) yang yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan Jerman dan Spanyol untuk pengadaan 10 pesawat dan 31 kapal.
"Kedua transaksi ini memang bukan core business PANN, gak ada ahli dan kompetensi di pesawat dan kapal armada niaga, bukan kapal ikan. 10 pesawat itu nilainya dengan kurs saat itu US$ 89,6 juta dan 31 kapal ikan US$ 182 juta," kata Hery saat itu.
Pesawat tersebut kemudian diserahkan kepada perusahaan penerbangan pelat merah Mandala (2 pesawat), Bouraq (2 pesawat), Merpati (3 pesawat) dan Sempati (3 pesawat). Namun perusahaan ini malah collapse tanpa membayarkan utangnya kepada PANN.
Sedangkan 31 kapal dari Spanyol hanya mampu dibangun 14 unit, sedang 17 lainnya terbengkalai. Namun, kapal yang sudah dibangun ini tak bisa dijual karena harga jualnya terlalu tinggi dari harga pasar. Menurut Hery, PANN telah mengeluarkan cicilan sebanyak US$ 34 juta unutk pesawat dan Rp 150 miliar pinjaman bank untuk membiayai kapal tersebut.
"Dan dalam dua proyek itu pemerintah janjikan PANN tambah modal jadi Rp 500 miliar, tapi tidak pernah terealisasi. Sejak 1994 PANN sudah mulai tergerus, likuiditas habis dan negatif ekuitas di 2004 karena hasil yang dikelola PANN gak sampai lagi untuk menutupi kerugian karena dua proyek ini," terang dia.
Lalu pada 2006 manajemen perusahaan mengajukan penghentian pembayaran bunga kepada pemerintah. Namun, utang sebelumnya masih tetap dibukukan perusahaan dan terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2009 perusahaan mengajukan restrukturisasi atas utang tersebut namun baru disetujui oleh pemerintah empat tahun kemudian.
"Restrukturisasi yang dilakukan PANN ajukan ke Kemenkeu konversi pinjaman SLA ini, di mana angkanya sudah membengkak dari US$ 271 juta bengkak jadi US$ 461 juta karena bunga dan denda bunga dikenakan ke PANN. Padahal hasilnya gak balik dari program tersebut, makanya kita minta konversi agar PANN bisa berjalan kembali sesuai bisnisnya," kata Hery.
Untuk itu, perusahaan mengajukan PMN non-cash senilai Rp 3,76 triliun kepada pemerintah untuk mengkonversi SLA tersebut.
Restrukturisasi atas Utang SLA telah mendapat Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : S-537/MK.05/2019 Tanggal 16 Juli 2019 Perihal Persetujuan Penyelesaian Piutang Negara pada PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero).
Selanjutnya, Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) Non Tunai dari Konversi Utang SLA kepada PT PANN (Persero) tertuang dalam Undang - Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 serta penghapusan Utang Non Pokok SLA telah tertuang dalam Laporan Singkat Komisi VI DPR RI.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Bakal 'Suntik' BUMN Rp45,8 Triliun di 2023