Punya Fundamental Kuat, Begini Proyeksi Saham MTEL

Eqqi Syahputra, CNBC Indonesia
26 December 2022 07:00
Mitratel
Foto: Dok Telkom

Jakarta, CNBC Indonesia - Badai resesi diproyeksi bakal menghampiri ekonomi global di tahun depan, terutama dengan situasi geopolitik yang semakin memanas. Tantangan seperti inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga perbankan pun seperti tidak terhindarkan dan menjadi perhatian.

Kondisi tersebut dinilai bakal berdampak pada perekonomian Indonesia dan berbagai sektor usaha di dalamnya, namun demikian dengan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Sektor-sektor dengan karakteristik kontrak jangka panjang, seperti menara telekomunikasi, diyakini lebih tahan (resilient) menghadapi tantangan tersebut.

Selain itu profil keuangan perusahaan seperti eksposure terhadap utang luar negeri, juga turut mempengaruhi seberapa besar dampak kepada perusahaan.

Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji mengatakan, potensi resesi di Indonesia sendiri lebih rendah dibandingkan negara yang terkena dampak krisis pangan dan energi.

Meski demikian dia mengakui ada tren kenaikan inflasi dan suku bunga yang bisa berimbas pada kenaikan indeks dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini membuat rupiah terpukul beberapa waktu belakangan, dan direspon kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia menjadi 5,25%.

Dengan begitu perusahaan yang mengandalkan utang dolar AS pun akan terdampak, salah satunya industri menara yang memiliki utang luar negeri. Untuk itu perlu dilakukan mitigasi risiko. Meski demikian, salah satu perusahaan menara yang tidak memiliki utang dalam dolar AS yakni PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk(MTEL) atau Mitratel.

Artinya MTEL memiliki keuntungan dibandingkan perusahaan lain yang sejenis dan tercermin dari harga sahamnya yang mengalami uptrend dalam satu bulan terakhir. Pada perdagangan Senin (19/12/2022), saham MTEL ditutup di posisi Rp 765/saham.

"Ada katalis positif lainnya dari MTEL, misalnya mereka ekspansi bisnis, bukan hanya di jawa tapi ke luar jawa. MTEL juga agresif dalam expansi jaringan serat optic, baik dengan membangun sendiri (organic) maupun akuisisi (inorganic). Bisnis menara merupakan sektor yang padat modal. Jadi ini semestinya prospek industri di tanah air masih kuat karena fundamental makro ekonomi Indonesia juga masih kuat," kata Nafan kepada CNBC Indonesia, Senin (19/12/2022).

Jika perekonomian Indonesia terjaga, maka sektor menara pun masih prospektif ke depannya, terutama karena kebutuhan konetivitas. Dengan jumlah menara lebih dari 35.000 yang dimiliki dan ekspansi masif yang dilakukan, maka prospeknya pun masih cerah.

"Aset menaranya besar, struktur modal juga kuat. Kami melihat ekspansi bisnis ini juga sangat dibutuhkan bagi MTEL agar bisa memberi efek positif ke depannya, yang didukung oleh stabilitas pertumbuhan ekonomi Indonesia," jelasnya.

Ke depannya, sektor menara semakin cerah karena kebutuhan konektivitas dan digitalisasi yang semakin masif. Pada 2022, pengguna internet di Asia Tenggara tercatat mencapai 460 juta, termasuk dari Indonesia.

Sementara itu, pada pertengahan tahun ini Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat pengguna internet kini mencapai 210 juta. Jumlah ini setara dengan 77% warga Indonesia, dan akan terus bertambah ke depannya.

Berdasarkan data dari Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat konsumen digital Indonesia di wilayah perkotaan sebagian besar mengakses e-commerce (89%), transportasi (80%), dan layanan pesan antar makanan (79%).

Kemudian ekonomi digital Indonesia senilai US$ 77 miliar pada 2022, dan akan menyentuh US$ 130 miliar pada 2025 dengan e-commerce sebagai pendorong. Artinya, industri telekomunikasi dan menara memiliki ruang lebar untuk bertumbuh, di tengah masifnya digitalisasi di tanah air.

"Ke depan konektivitas penting, dan digitalisasi semakin kuat penetrasinya, jadi kita mengandalkan transaksi yang berbasis digital. Jadi bisnis menara jadi salah satu ekosistem yang bisa mendukung digitalisasi di tanah air yang makin inklusif," ujarnya.

Kinerja MTEL

Besarnya potensi yang bisa digarap oleh MTEL sebagai bagian untuk memperluas konektivitas dan mempercepat digitalisasi juga tercermin dari kinerja perusahan. Mitratel berhasil meraup laba tahun berjalan senilai Rp 1,22 triliun, pada sembilan bulan pertama tahun 2022, loncat sekitar 18% secara year on year (yoy) dari Rp 1,03 triliun.

Di periode tersebut, Mitratel juga mencatatkan EBITDA sebesar Rp 4,4 triliun atau tumbuh 15,7% dari tahun lalu.

"Sejauh ini cashflow MTEL masih baik, karena ditunjang debt equity yang rendah, belum lagi juga emiten ini tidak memiliki utang dalam bentuk dolar AS, jadi ini ada nilai plusnya," kata Nafan.

Dalam satu bulan terakhir MTEL mencatat kenaikan harga 11,67% dari posisi Rp 685/saham pada bulan lalu (18/11), menjadi Rp 765/saham, pada Senin (19/12). Selain itu, saham MTEL juga sempat menyentuh harga tertinggi Rp 770/saham pada penutupan perdagangan (12/12).


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos MTEL Ungkap Laba Kuartal I 2023 Naik 9% Karena Hal Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular