Membedah 'Harta Karun' Korsel yang Sukses Hipnotis Dunia

Lifestyle - Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
25 December 2022 20:00
Anggota band K-pop Korea Selatan BTS, V, SUGA, JIN, Jung Kook, RM, Jimin, dan j-hope dari kiri ke kanan, berpose. (AP/Lee Jin-man) Foto: Anggota band K-pop Korea Selatan BTS, V, SUGA, JIN, Jung Kook, RM, Jimin, dan j-hope dari kiri ke kanan, berpose. (AP/Lee Jin-man)

Jakarta, CNBC Indonesia - Korea Selatan adalah negara dengan ekonomi keempat terbesar di dunia yang ternyata sangat bergantung pada devisa hasil ekspor. Selain memproduksi semikonduktor, smartphone, kapal, Korea Selatan ternyata memiliki 'harta karun' penopang ekonomi yang sangat penting.

Harta karun tersebut adalah Korean wave atau Hallyu. Siapa yang tidak mengenal boyband BTS atau drama Korea Squid Game? Dari Amerika Selatan hingga Semenanjung Arab, Hallyu sukses menghipnotis pecinta seni. Asia Fund Managers memperkirakan kontribusi K-Pop industri saja telah mencapai rata-rata US$ 10 miliar tiap tahunnya.

Sementara itu, ekspor Hallyu - misalnya, dari game, musik dan serial TV - juga memiliki dampak yang luar biasa pada ekonomi Korea Selatan. Pada tahun 2004, ekspor produk kreatif ini menyumbang 0,2% dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar US$ 1,87 miliar. Pada tahun 2018, jumlahnya mencapai US$ 9,48 miliar dan 2019 Hallyu memiliki perkiraan peningkatan US$ 12,3 miliar pada ekonomi Korea.

Dalam hal musik, boyband nomor satu Korea, BTS, mendatangkan pundi devisa sekitar US$5 miliar ke Korea Selatan setiap tahun. Dan jumlahnya diperkirakan terus meningkat.

Lantas, apa yang membuat Korea Wave sukses berat menjadi motor ekonomi, sekaligus alat soft power diplomasi Negeri Ginseng?

Profesor Studi Internasional dari Korea University Andrew Kim mengungkapkan bahwa data terbaru menunjukkan bahwa total nilai industri kreatif ini mencapai lebih dari US$ 30,6 miliar atau 7,5 persen dari total GDP.

"Itu cukup besar. Itu jadi salah satu alasan pemerintah korea sangat tertarik untuk menjadi bagian dari industri ini," ujarnya dalam workshop bertajuk 'The Rise of Korean Pop Culture' yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), dikutip Minggu (26/12/2022).

Kim mengungkapkan empat hal yang membuat Hallyu sukses berat sebagai penopang ekonomi dan 'senjata diplomasi' Korea. Pertama, kesuksesan Hallyu terletak pada kualitas. Kualitas ini diciptakan dari kemampuan dan kapasitas negara. Oleh karena itu, Hallyu tidak bisa terlepas dari ukuran ekonomi Korea.

"Jadi dalam hal ini, Hallyu bukan hanya dapat disebut sebagai budaya tapi jadi fenomena ekonomi industri. Ada tendensi yang menganggap Hallyu sebagai sesuatu yang sepenuhnya adalah budaya, tapi itu lebih kepada fenomena ekonomi," tegas Kim.

Kedua, Hallyu adalah soft power Korea. Soft power, menurutnya, adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan caramu lewat atraksi daripada lewat koersi.

"Kika kita harus memberikan contoh, contohnya AS. AS memiliki image yang disukai karena dinilai sebagai negara yang kaya dan karena itu, kita membeli jeans Levi's, Apple iPhone, rokok Marlboro, Coca Cola. dan juga anda menikmati hip hop dan musik-musik dari AS," paparnya.

Ketiga, Kim mengungkapkan bahwa popularitas global Hallyu tidak jauh dari peran pemerintah Korea. Dia menambahkan ada cerita yang menarik di balik ini.

Pada 1994, dia menuturkan ada laporan kepada presiden Korea yang menyarankan agar negara mempromosikan produksi media sebagai strategi industri nasional dengan berkiblat pada pendapatan dan kesuksesan Hollywood pada saat itu, yakni lewat film Jurassic Park yang penjualan luar negerinya setara dengan nilai penjualan 1,4 miliar mobil Hyundai.

"Perbandingan film dengan mobil Hyundai pada saat itu dinilai sebagai kebanggaan korea sangat mengejutkan. karena untuk menyadarkan pembuat kebijakan di Korea dan publik atas ide budaya sebagai industri," paparnya.

"Pada saat itu, sangat mengejutkan bahwa studio film Hollywood dapat menghasilkan sama banyaknya dengan penjualan 1,4 miliar mobil Korea. Karena itu industri budaya menjadi dipertimbangkan untuk mendorong ekspor Korea," katanya.

Serial drama mega hit Princess Hours. IstFoto: Serial drama mega hit Princess Hours. Ist
Serial drama mega hit Princess Hours. Ist

Dari situ, Korea Selatan pada akhirnya sampai kepada titik ini. Pemerintah korea sangat percaya meningkatnya ketertarikan budaya pop Korea di luar negeri dapat menguntungkan sektor ekspor negara dan berkembangnya popularitas budaya pop korea dapat juga meningkatkan diplomasi soft power negara.

faktor keempat adalah faktor strategi. Kim mengatakan faktor ini bergantung pada peran K-pop agensi. Agensi hiburan K-pop merupakan ahli dalam memoles packaging, memproduksi produk berkualitas tinggi.

Agensi K-pop melatih artis, memproduksi, mempromosikan musik, dan mengurus hidup mereka. Karakteristik agensi ini bisa ditemui di SM Entertainment, JYP, dan lain-lain.

"Agensi hiburan di Korea mereka mengoperasikan diri mereka sebagai konglomerat entertainment," katanya.

"Apa yang saya maksud adalah mereka mengatur dan seperti yang bisa anda lihat, katakan SM Entertainment memiliki segalanya. Mereka sebagai record label, sebagai agensi talenta dengan mereka yang merekrut dan yang melatih trainee, perusahaan produksi musik dengan penulis lagu, musisi, sound engineer dan produser, perusahaan management event, perusahaan konser, music publish house," sambung Kim.

Hal ini menjadi pembeda industri hiburan di Korea dan di Barat. "Di korea jika anda direkrut oleh agensi hiburan semuanya dilakukan untuk Anda, dari lagu yang ditulis untuk Anda, koreografi, publikasi, semuanya. Jadi itu faktor strategisnya."

Namun, dia mengatakan Hallyu juga memiliki dampak negatif. Pertama, Kim mengatakan orang di luar Korea mengembangkan konsep lewat K-drama dan K-pop secara tidak realistis, contohnya potret gaya hidup yang berbeda dengan tipikal orang Korea asli.

"dan saya memiliki poin ini karena benar, karena ada ribuan mahasiswa asing, mahasiswa pertukaran, dan ketika saya berbicara mengenai Hallyu sebagian besar komentar [mengarah kepada] pemahaman yang salah tentang Korea dari K-pop atau video dan mereka mempercayai masyarakat korea menikmati gaya hidup mahal," kata Kim.

Kedua adalah gadis atau wanita mengalami stereotipe dari drama bahwa wanita bergantung kepada pria. Meski ini sudah berubah, tetapi elemen itu masih ada.

Dampak negatif ketiga adalah K-drama dan K-pop terlalu menitikberatkan kepada penampilan dan fashion. Hal ini, menurut Kim, berdampak pada tingginya demand terhadap operasi plastik di banyak negara Asia.

Keempat, ekspetasi terhadap berat badan idol perempuan yang harus memiliki berat badan 50 kg. "Banyak yang mengira aturan tersebut harus diikuti oleh semua idol perempuan. Tentu saja ini generalisasi," tegasnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bikin Haru, J-hope Sumbang Rp1,1 M untuk Korban Banjir Korea


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading