BI Turunkan Agresivitas, Luncurkan Senjata Baru Amankan Dolar

Maesaroh, CNBC Indonesia
22 December 2022 18:00
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo Saat Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Desember 2022
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo Saat Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Desember 2022. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menurunkan agresivitasnya dalam kebijakan suku bunga acuan. BI hanya mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) pada Desember 2022, lebih kecil dibandingkan 50 bps pada tiga bulan sebelumnya.

Dengan kenaikan sebesar 25 bps maka BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) kini menjadi 5,50%.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini, Kamis (22/12/2022) juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25%.

Secara keseluruhan, kubu MH Thamrin telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 200 bps sejak Agustus 2022.


Kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps juga sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.

Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, sebanyak 12 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 25 bps sementara dua lembaga/institusi memproyeksi kenaikan BI7DRR sebesar 50 bps.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga secara sebesar 25 bps merupakan langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi. Juga, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Setelah sempat ambruk, rupiah sudah menguat. Dalam sepekan terakhir, rupiah sudah menguat 0,22%.

"BI tidak akan menaikkan suku bunga berlebihan. Ini berkaitan dengan proyeksi inflasi untuk ke depannya," tutur Perry, saat menggelar konferensi pers hasil RDG Desember, Kamis (22/12/2022).

Perry memperkirakan inflasi sepanjang tahun ini akan berada di kisaran 5,4% sementara inflasi inti di kisaran 3,5%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan forecast sebelumnya di mana inflasi pada 2022 diperkirakan menembus 6,3%.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada November tercatat 0,09% (mont to month/mtm).  Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi melandai dari 5,95% pada September menjadi 5,71% pada Oktober dan 5,42% pada November 2022.

Inflasi inti turun tipis menjadi 3,30 % (yoy) pada November dari 3,31% pada Oktober.

Perry menegaskan BI juga akan tetap memberlakukan kebijakan makro-prudensial yang pro-growth. Salah satunya adalah dengan mempertahankan batas maksimum suku bunga kartu kredit 1,75% per bulan.

Dia menjelaskan permintaan dalam negeri belum terlalu kuat sehingga harus ditingkatkan untuk menopang pertumbuhan.

Perry berharap relaksasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjelang libur Natal dan Tahun Baru bisa mendorong permintaan.
"Kenaikan permintaan di dalam negeri belum terlalu kuat. Pertumbuhan ekonomi akan di kisaran 4,5-5,3% (tahun ini). Akan cenderung di titik tengah 4,9%. Dengan adanya pencabutan PPKM, tentu saja ada di sekitar 5%," ujar Perry.

Pada konferensi pers RDG hari ini, BI juga membeberkan amunisi baru untuk mencegah Devisa Hasil Ekspor (DHE) lari ke luar negeri.

BI akan menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk mendorong penempatan DH, khususnya dari ekspor Sumber Daya Alam (SDA).

"Instrumen OM Valas tersebut dilakukan dengan imbal hasil yang kompetitif berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian insentif kepada bank," tutur Perry.

Dalam skema tersebut, BI akan menawarkan term deposit valas melalui lelang yang lebih tinggi dibandingkan bank negara lain.

Perry mencontohkan jika rata-rata bunga deposit valas negara lain ada di angka 3,75% maka BI akan menawarkan bunga di kisara 3,75-4,0% melalui lelang.

"Tergantung kondisi akan bergerak dari waktu ke waktu karena mekanisme pasar sesuai perkembangan yang ada dengan suku bunga dan daya tarik eksportir untuk ini," ujar Perry.
Devisa Hasil Ekspor tengah menjadi pembicaraan hangat. Pasalnya, banyak DHE yang lebih banyak parkir di luar negeri. Kondisi ini berimbas pada semakin tergerusnya cadangan devisa (cadev) serta stabilitas nilai tukar.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Januari-November 2022 menembus US$268,18 miliar atau naik 28,16% dibandingkan periode yang sama pada periode tahun lalu.

Cadev pada akhir November 2022 tercatat US$ 134 miliar.

Jika menilik posisi cadev per Desember 2021 yang tercatat US$ 144,9 dan cadev per akhir November sebesar US$ 134 miliar maka pada tahun ini cadev sudah terkuras US$ 10,9 miliar.

Lebih besarnya bunga deposito dolar AS di Singapura merupakan salah satu faktor keringnya pasokan dolar di Tanah Air. Dengan iming-iming bunga yang lebih tinggi, eksportir Indonesia akan lebih tertarik menaruh pendapatan ekspor atau dana valas mereka di Singapura.

Dalam beberapa bulan terakhir, bank-bank Singapura bersaing ketat dalam menarik dana nasabah, termasuk dari eksportir Indonesia.

UOB, misalnya,  menawarkan bunga untuk deposito dolar AS sebesar 3,8 - 4,66% untuk tenor 1-12 bulan.
Bandingkan dengan bunga deposito dolar AS di BCA yang ada di kisaran 0,75-1,75%.

TIM RISET CNCB INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular