
Jreeng! Ratusan Eksportir Ketahuan Bawa Kabur Dolar AS ke LN

Kepala Seksi Ekpor II Direktorat Teknis Kepabeanan DJBC Eko Handiranto menjelaskan, dasar hukum pengenaan sanksi terhadap eksportir yang melanggar ketentuan DHE SDA di dalam negeri, diatur di dalam PP No. 1 Tahun 2019 .
Kewajiban eksportir untuk memindahkan DHE SDA-nya ke dalam negeri, yakni tiga bulan setelah melakukan ekspor. Dalam hal ini, DJBC melakukan pemberitahuan ekspor barang (PEB) kepada BI dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Dari tiga bulan pemberitahuan PEB kepada BI tersebut, BI kemudian melakukan pemantauan untuk mengecek apakah, para eksportir tersebut sudah melakukan penempatan DHE SDA di dalam negeri atau belum.
Dalam tenggat waktu tiga bulan para eksportir belum juga menempatkan DHE SDA di dalam negeri, BI akan berusaha menghubungi para eksportir yang bersangkutan.
"BI biasanya menghubungi para eksportir melalui e-mail, surat fisik, atau telepon. Ada kadang-kadang perusahaan yang pindah alamat atau ganti. Apalagi PIC (penanggung jawab) ganti. E-mail dan surat tak sampai, sehingga sama BI ditagihkan," jelas Eko.
Kemudian, jika dalam waktu tujuh bulan para eksportir tidak memberikan jawaban atau kabar kepada BI. Baru kemudian BI menyerahkan Penyampaian Hasil Pengawasan (PHP) kepada DJBC.
Adapun data yang dilaporkan BI ke DJBC diantaranya berisi nama eksportir, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nilai transaksi barang ekspor sampai di atas kapal pelabuhan muat dalam keadaan free on board (F.O.B), nilai DHE yang seharusnya masuk, dan nilai yang dilanggar.
"Dari situ kita jadikan dasar pengenaan sanksi administratif, apakah jenis pelanggaran pertama (0,5% dari DHE yang belum ditempatkan) atau jenis pelanggaran kedua (0,25% dari DHE SDA yang digunakan di luar ketentuan)," jelas Eko.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Direktorat Teknis Kepabenanan DJBC, Riza Agustian menambahkan, terdapat tiga tahapan untuk memberi peringatan kepada eksportir, sebelum mengenakan sanksi.
Di mana saat BI melakukan pelaporan, DJBC langsung mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penetapan Pungutan (SP3) kepada para eksportir yang melanggar ketentuan DHE SDA.
Para eksportir diberikan tenggat waktu sebulan lebih dari DJBC Kemenkeu untuk melakukan pembayaran denda administratif.
"Setelah mengeluarkan SP3, kita kasih waktu 10 hari (Untuk melakukan pembayaran denda administratif). Setelah itu, mengeluarkan Surat Tagihan I dengan tenggat waktu 1 bulan. Jika belum dibayar juga, kemudian keluar Surat Tagihan II dengan waktu 2 bulan," jelas Riza.
"Di saat Surat Tagihan II terbit, langsung kita reject atau blokir, sehingga para eksportir tidak bisa mengekspor," kata kata Riza lagi. Jika semua tahapan tersebut juga tidak diindahkan oleh para eksportir, maka izin usaha ekspor mereka terancam dicabut.
Penagihan denda administratif kepada para eksportir yang melanggar DHE SDA, dilakukan oleh kantor pelayanan DJBC di masing-masing provinsi.
DJBC mencatat, eksportir yang melanggar tersebar merata di seluruh provinsi Indonesia. "Merata, di Kalimantan ada, Sumatra ada, Jawa juga ada," jelas Riza.
Apabila dalam proses penagihan denda administratif, eksportir ternyata sudah melaksanakan kewajiban DHE SDA, maka mereka berhak untuk menyatakan keberatannya, disertai bukti pendukung yang sah.
Penyampaian bukti pendukung tersebut, dilakukan secara koordinasi antara DJBC dengan BI. Ada dua mekanisme yang bisa dilakukan para eksportir untuk melakukan pembuktian.
"Pertama bisa langsung ke BI; ini loh saya sudah menyampaikan langsung ke rekening khusus. Atau bisa melalui kantor pelayanan, kemudian menyampaikan ke kantor pusat, dan ujungnya disampaikan ke BI juga," jelas Eko.
Jika memang para eksportir tersebut terbukti sudah melakukan kewajibannya, menaruh atau memindahkan DHE SDA di dalam negeri, maka mereka bebas dari pembayaran denda administratif.
Pembayaran denda administratif tersebut langsung dikirimkan kepada eksportir, berdasarkan tagihan atau billing yang disampaikan kantor pelayanan DJBC setempat.
Dana dari pembayaran sanksi eksportir tersebut langsung menjadi dicatatakan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Perlu dicatat, pada 2020 Bank Indonesia memberikan relaksasi soal sanksi pelanggaran ketentuan DHE, sejalan dengan tekanan ekonomi yang ditimbulkan pandemi Covid-19.
Relaksasi batas waktu pelaporan dan pembebasan sanksi kewajiban membayar atas keterlambatan terhadap pelaporan tertentu sebagaimana serta penundaan pengenaan SPE, berlaku sejak 31 Maret 2020 hingga batas waktu yang ditetapkan kemudian.
Adapun sanksi terhadap DHE SDA sudah berlaku kembali pada tahun 2022. Namun tak dijelaskan secara rinci kapan, relaksasi sanksi trsebut dicabut.
(cap/mij)