
Surplus Dagang Bukan Obat Kuat Bagi Rupiah, Ini Buktinya!

Kondisi sebaliknya terjadi pada Januari 2016-Juni 2017 di mana rupiah kerap melemah di tengah rentetan panjang surplus neraca perdagangan.
Rupiah bahkan ambruk menjadi US$ 13.550 per US$1 pada akhiri November 2016 dari US$ 13.047/US$1 pada September 2016. Padahal, neraca perdagangan tercatat surplus sebesar US$ 1,28 miliar pada September 2016 dan US$ 1,24 miliar pada Oktober 2016.
Kondisi serupa terjadi sejak pertengahan Juni tahun ini. Rupiah yang sempat menguat pada awal tahun hingga pertengahan tahun, ambles sejak September di tengah lonjakan surplus neraca perdagangan.
Ekonom BCA Suryaputra Wijaksana mengatakan nilai tukar rupiah Indonesia lebih dipengaruhi oleh arus keluar masuk dana investor asing di pasar saham dan obligasi.
Banyaknya pendapatan ekspor yang tidak dibawa ke bank dalam negeri atau dikonversi ke dolar AS juga membuat nilai tukar kerap melemah di tengah impresifnya kinerja ekspor.
"Tidak semua hasil ekspor direpatriasi ke sistem perbankan dalam negeri.. Aliran dana asing masuk dan keluar di pasar obligasi dan saham juga lebih dominan dalam menentukan nilai tukar rupiah di jangka pendek," tutur Suryaputra kepada CNBC Indonesia.
Senada, ekonom Bank Maybank Indonesia juga Juniman menjelaskan pelemahan rupiah saaat ini dipicu oleh derasnya capital outflow. Investor asing meninggalkan pasar keuangan Indonesua untuk memburu aset aman seperti dolar AS setelah The Fed memberlakukan kebijakan moneter yang agresif.
"Suku bunga Fed Fund Rate sangat cepat memicu capital outflow dari emerging markets ke AS," ujar Juniman, kepada CNBC Indonesia.
Berdasarkan data BI pada awal tahun hingga 8 Desember 2022, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 140, 62 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sementara di pasar saham masih tercatat net buy sebesar Rp 73,27 triliun
Juniman juga menambahkan banyaknya Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diparkir di luar negeri membuat rupiah tetap melemah meskipun ekspor moncer.
"Seyogyanya BI dan Pemerintah serta semua stakeholder duduk bareng untuk memformulasikan kembali regulasi DHE ini agar dana DHE ini diparkir di dalam negeri untuk periode tertentu.," imbuhnya.
Banyaknya DHE yang tidak masuk ke bank dalam negeri setidaknya tercermin dari pergerakan cadangan devisa (Cadev). Cadev pada akhir November 2022 tercatat US$ 134 miliar.
Jika menilik posisi Cadev per Desember 2021 yang tercatat US$ 144,9 miliar maka pada tahun ini Cadev sudah terkuras US$ 10,9 miliar.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode 2019. Posisi Cadev per Desember 2019 mencapai US$ 129,18 miliar atau naik US$ 8,48 miliar sepanjang tahun tersebut. Neraca perdagangan pada 2019 tercatat defisit sebesar US$ 3,2 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)[Gambas:Video CNBC]