The Fed Naikkan Lagi Suku Bunga, Bursa Asia Dibuka Lesu

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
15 December 2022 09:01
Two women stand in front of an electronic board showing Hong Kong share index outside a bank in Hong Kong, Thursday, Feb. 14, 2019. Asian stocks were mostly lower on Thursday as China and the U.S. kicked off two days of trade negotiations in Beijing. (AP Photo/Kin Cheung)
Foto: Bursa Hong Kong (AP Photo/Kin Cheung)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Kamis (15/12/2022), mengikuti pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS), setelah bank sentral AS kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Hanya indeks Shanghai Composite China yang dibuka di zona hijau, yakni naik tipis 0,02%.

Sedangkan sisanya dibuka terkoreksi. Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,59%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,41%, Straits Times Singapura terpangkas 0,26%, ASX 200 Australia terdepresiasi 0,43%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,75%.

Dari China, beberapa data ekonomi penting akan dirilis pada hari ini, seperti data indeks harga rumah, produksi industri, penjualan ritel, dan tingkat pengangguran periode November 2022.

Pelaku pasar di Asia-Pasifik, terutama di China akan memantau rilis data tersebut, untuk menandai bahwa perekonomian China sudah mulai pulih, seiring terus dilakukannya pelonggaran kebijakan pembatasan terkait Covid-19 secara bertahap.

Sementara itu dari Jepang, data ekspor dan impor periode November 2022 tumbuh lebih dari yang diharapkan secara tahunan.

Berdasarkan data dari Menteri Keuangan Jepang, ekspor pada bulan lalu naik 20%, mengalahkan ekspektasi 19,8% dalam survei Reuters. Sedangkan impor juga naik 30,3%, juga lebih tinggi dari ekspektasi 27% dalam polling Reuters.

Namun, neraca perdagangan Jepang masih mengalami defisit yakni mencapai JPY 2,02 triliun (US$ 14,91 miliar), di mana defisit tersebut lebih besar dari perkiraan yakni sebesar JPY 1,68 triliun dan lebih rendah dari Oktober lalu sebesar JPY 2,17 triliun.

Perlambatan tajam dalam ekspor ke China, ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut dan mitra dagang terbesar Jepang, kemungkinan memicu kekhawatiran tentang risiko terhadap sektor perdagangan dan ekonomi global yang lebih luas.

Depresiasi 28,5% yen terhadap dolar AS membantu mendorong tagihan impor, meningkatkan biaya hidup, sementara pertumbuhan ekspor yang melambat telah meningkatkan 'momok' resesi global.

Namun, hal itu mungkin dapat mengurangi tekanan pada pelemahan yen karena prospek perlambatan laju kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), meskipun bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) diperkirakan akan melanjutkan kebijakan uang longgarnya.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah, mengikuti Wall Street pada perdagangan kemarin, yang juga terkoreksi, setelah The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,42%, S&P 500 terkoreksi 0,61%, dan Nasdaq Composite merosot 0,76%.

The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar setengah poin persentase atau 50 basis poin (bp) pada pertemuan terakhir di tahun 2022, sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya, sehingga suku bunga acuan kini berada di kisaran 4,25% - 4,5%.

Dengan ini, maka The Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya hingga 425 bp sepanjang tahun ini. Sebelum pertemuan terakhir, The Fed sempat menaikkan suku bunga acuannya hingga 75 bp dalam empat kali beruntun.

Ketua The Fed, Jerome Powell pun mengisyaratkan bahwa untuk menurunkan suku bunga acuan, perlu melihat lebih banyak data yang diperlukan, dengan catatan utama yakni tingkat pengangguran naik cukup signifikan.

"Data inflasi yang diterima sejauh ini di bulan Oktober dan November menunjukkan penurunan yang disambut baik dalam laju kenaikan harga bulanan. Tetapi, butuh lebih banyak bukti untuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada di jalur penurunan yang berkelanjutan," kata Powell.

Investor awalnya cenderung skeptis terhadap ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi lebih lama. Namun dalam konferensi pers, Powell mengatakan penting untuk terus berjuang melawan inflasi agar ekspektasi harga yang lebih tinggi tidak mengakar.

Selain itu, pejabat The Fed juga memperkirakan akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi hingga tahun depan, tanpa pengurangan hingga 2024.

Anggota The Fed memperkirakan kenaikan suku bunga hingga mencapai tingkat rata-rata 5,1% tahun depan, setara dengan kisaran target 5% - 5,25%. Pada saat itu, para pejabat cenderung berhenti sejenak untuk membiarkan dampak pengetatan kebijakan moneter menembus perekonomian.

Sementara, berdasarkan hasil 'dot plot' terbaru menampilkan banyak anggota yang melihat tingkat menuju jauh lebih tinggi daripada titik rata-rata untuk tahun 2023 dan 2024.

Bahkan, pejabat The Fed dalam FOMC pun menurunkan target pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun 2023, menempatkan perkiraan kenaikan PDB hanya 0,5%, sedikit di atas apa yang dianggap sebagai resesi.

Prospek PDB untuk tahun ini juga ditetapkan sebesar 0,5%. Dalam proyeksi September lalu, anggota mengharapkan pertumbuhan 0,2% tahun ini dan 1,2% tahun depan.

Jika proyeksi PDB tahun ini dan tahun depan dipangkas, maka hal ini berarti resesi AS berpotensi terjadi di tahun depan, karena pejabat The Fed sendiri cenderung pesimis bahwa ekonomi Negeri Paman Sam tahun depan lebih baik dari tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular