Rp 43 T Masuk ke RI, Rupiah Masih Lemah! Tanda "Sakit Parah"?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dalam dua hari terakhir. Padahal investor asing sudah kembali masuk ke dalam negeri, khususnya di pasar obligasi.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sepanjang November terjadi inflow di pasar sekunder obligasi sebesar Rp 23,7 triliun.
Inflow tersebut menjadi yang terbesar di tahun ini. Tercatat sejak awal tahun, inflow hanya terjadi pada Februari dan Agustus saja.
Pada Desember, hingga tanggal 9 total inflow sudah sebesar Rp 19,3 triliun, berdasarkan data DJPPR. Sehingga sejak November total inflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) tercatat sekitar Rp 43 triliun.
Namun nyatanya, rupiah masih belum mampu menguat tajam meski capital inflow yang masuk lumayan besar. Pada perdagangan Selasa kemarin, rupiah berada di Rp 15.655/US$.
Sepanjang tahun ini investor asing yang menjual SBN secara masif menjadi salah satu penyebab jebloknya nilai tukar rupiah.
Dengan investor asing yang mulai memborong lagi SBN sejak November, capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.
Di pasar primer, surat utang Indonesia juga kembali diminati investor asing.
Jumlah penawaran dari investor asing pada lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (23/11/2022) kemarin mencapai Rp 6,4 triliun. Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 3,62 triliun, dan naik tiga kali lipat dibandingkan pada lelang sebulan sebelumnya yakni 27 September 2022 (Rp 1,7 triliun).
Pada lelang terakhir 3 Desember lalu, jumlah penawaran asing meningkat lagi menjadi nyaris Rp 7 triliun. Namun, rupiah tetap sulit menguat.
Permintaan dolar AS di dalam negeri yang meningkat di akhir tahun, plus isu tirisnya pasokan membuat rupiah masih terus melemah. Saat dolar AS langka dan permintaannya meningkat, tentunya nilainya akan naik.
Selain itu, pasar juga menanti kepastian apakah bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya pada pengumuman kebijakan moneter Kamis (15/12/2022) dini hari waktu Indonesia.
Sebelumnya, ekspektasi The Fed akan mengendur sempat membuat rupiah menguat tajam di awal Desember.
Seperti diketahui, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell sebelumnya sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin empat kali beruntun hingga suku bunga saat ini menjadi 3,75% - 4%.
Pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5% dengan probabilitas sebesar 83%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Probabilitas tersebut naik dari 73% setelah rilis data inflasi Amerika Serikat yang turun tajam hingga lebih rendah dari ekspektasi.
Jika The Fed benar mengendurnya laju kenaikan suku bunga, dan jika diimbangi dengan kenaikan oleh Bank Indonesia (BI), maka selisih imbal hasil (yield) obligasi AS dan Indonesia bisa jadi tidak akan menyempit lagi. Hal ini tentunya menarik kembali minta investor asing, apalagi di tahun depan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang akan terlepas dari resesi.
Saat capital inflow terus terjadi di pasar obligasi, pelan-pelan rupiah tentunya bisa menguat kembali.
(pap/pap)